Warga Kawasan Ampel Persoalankan Kesucian Sentra PKL Serambi Ampel

RAJAWARTA : Rencana Relokasi PKL Pemerintah Kota Surabaya (PEMKOS) ke Serambi Ampel (lahannya Eks RPH Babi) menuai prokon di tengah PKL itu sendiri dan sejumlah masyarakat di sekitar Ampel.

Sejumlah PKL wadul ke DPRD Yos Sudarso Kota Sorbejeh dengan harapan relokasi ditunda sampai akhir Bulan Puasa. Alasan senderhananya, para PKL berharap menuai ‘panen’ di bulan Ramadhan.

Di tengah gonjang-ganjing relokasi PKL di kawasan Sunan Ampel ke Serambi Ampel, pendapat berbeda disampaikan Arifin Hamid salah satu TokohMuda di Kawasan Ampel. Dia mengaku enggan mengomentari ganjang-ganjing penolakan atau penundaan.

Tapi ungkapnya ada hal yang lebih penting daripada membahas masalah penolakan atau penundaan. “Bagi saya bukan masalah relokasinya,” tutur Arifin ke media ini via telpon.

Hal yang harus dipersoalkan tukasnya, adalah masalah kesucian tempat relokasi, dimana lokasinya eks RPH Babi. “Masalah kesucian tempat relokasi jangan dianggap enteng. Masyarakat di Kawasan Ampel dikenal sangat religius. Artinya, Pemkos jangan gegabah memindahkan PKL ke lokasi yang tempatnya terindakasi najis Mugholadoh,” ujarnya.

Dalam ajaran Islam tuturnya, untuk mensucikan najis Mugholadoh tidak mudah, harus melalui beberapa tahapan sesuai ketentuan dalam ajaran Islam.

“Seperti kita ketahui, RPH Bagi itu berdiri sejak jaman Belanda. Sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Jadi, najis mugholadoh di lokasi tersebut sudah ‘mendarahdaging’,” ucapnya bernada serius.

“Gimana hukumnya, bekas RPH Babi tanpa ada treatment secara syar’i, tiba-tiba langsung dijadikan sentra PKL & kuliner
Bagaimana masalah najisnya, mengingat tempat najis yg dimaksud adalah najis mugholadoh,” ulasnya.

Oleh karena itu Arifin menyarankan, agar relokasi PKL ke Serambi Ampel harus ditunda, sebelum Pemkos memastikan bahwa lokasi relokasi benar-benar streril dari najis mugholadoh. “Menurut saya seharus Eks RPH Babi itu dibongkar total bukan renovasi, dengan harapan lokasi tersebut bebas dari najis mugholadoh,”

“Seperti yang saya sebut diatas, Pemkos yang dipimpin Eri Cahyadi terlalu terburu-buru,” ujarnya.

Dia menambahkan, sampai saat ini, dirinya dan masyarakat lainnya masih menunggu respon Pemkos atas masukannya. Jika tidak ada respon, maka dirinya dan masyarakat akan mendatangi NU dan MUI Kota Sorbejeh.

“Tujuan kami sederhana, yakni meminta NU dan MUI kota Surabaya mengkaji relokasi PKL ke tempat dimana lokasinya saya yakini tidak suci,” tutupnya.