Pendaftar Sekolah Turun Drastis, Banteng Surabaya ‘Marah’

RAJAWARTA ; Jumlah pendaftar SMK-SMA Swasta tahun 2021 di Kota Surabaya dikabarkan turun drastis. Itu artinya, banyak muda-mudi di Surabaya lulusan SMP yang melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya.

Kabar ‘duka’ di dunia pendidikan tersebut, diteriakkan Baktiono, politisi PDI Perjuangan Kota Surabaya. Penyebabnya ungkap Wakil rakyat Yos Sudarso itu adalah karena, dampak dari Pandemi Covid-19, dimana untuk masuk sekolah swasta harus bayar.

“Jumlah Pendaftar SMK Swasta di Kota Surabaya Turun Drastis th 2021, karena sekolah Bayar dan warga terdampak Pandemi Covid-19.
Bisa disimpulkan secara sederhana, dimasa pandemi ini memang benar banyak arek nom-noman (muda-mudi) Surabaya yang tidak melanjutkan Pendidikan Menengah atas,” ungkap Baktiono (1/9/2021).

Menurutnya, dampak dari siswa usia sekolah yang tidak bisa mengenyam pendidikan wajib belajar 12 tahun, maka hal tersebut, sangat merugikan keluarga dan warga masyarakat itu sendiri.

Pemerintahlah yang bertanggung jawab dan kalau di Kota Surabaya sudah ada Perda Nomor 16 tahun 2012 tentang wajib belajar 12 tahun,” ujar Baktiono.

Berdasarkan Perda tersebut diatas tutur Baktiono, maka Pemerintah berkewajiban untuk hadir di tengah masyarakat agar siswa usia wajib belajar di Kota Surabaya, bisa sekolah.

“Sehingga kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh Pemkot Surabaya untuk memberi beasiswa kepada siswa SMA, SMK walaupun kewenangannya ada di Pemerintah Provinsi Jawa Timur,” tukasnya.

Baktiono lalu mengungkapkan, dasar kewajiban Pemerintah terhadap siswa usia sekolah yang harus mengenyam pendidikan 12 tahun.

“Undang-Undang sistem pendidikan nasional juga sudah ditetapkan tentang wajib belajar 12 tahun agar seluruh Pemuda dan Pemudi bisa menikmati pendidikan di jenjang 12 tahun dan memudahkan mereka untuk mendapat pekerjaan yang layak,” ujarnya.

Oleh karena itu, Baktiono berharap, agar Pemerintah serius menuntaskan beberapa persoalan di dunia pendidikan. Salah satunya turunnya jumlah siswa-siswi pendaftar di SMK dan SMA.

“Kalau pemudanya banyak yang tidak sekolah, dan muda-mudinya banyak yang menganggur maka dampak negatifnya akan banyak kenakalan remaja. Misalnya, balapan liar, terlibat obat-obatan terlarang yang membahayakan masa depan keluarga dan Negara kita,” pungkasnya.