Ini Pesan Tri Rismaharini di Acara Parade Surabaya Juang

RAJAWARTA : Pemkot Surabaya menggelar Parade Surabaya Juang 2019, dalam gelaran itu Walikota Surabaya dan pejabat lainnya ikut memeriahkan ritual tahunan yang mulai dari di Tugu Pahlawan menuju Jalan Gubernur Suryo.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam sambutannya mengatakan, bahwa dahulu ketika para pejuang merebut kemerdekaan tahun 1945, semua ikut berjuang dengan seluruh lapisan masyarakat. Berbagai suku bangsa, agama dan etnis, ikut berjuang bersama. Bahkan kala itu, juga ada pejuang dari kalangan pesantren-pesantren.

“Jadi karena itu saya ingin menyampaikan, kita jangan pernah melupakan apa yang pernah diperjuangkan oleh para Pahlawan untuk negara kita, untuk kota kita tercinta seperti saat ini,” kata dia mengawali sambutannya.

Menurutnya, ketika para pejuang merebut kemerdekaan, mereka tidak pernah membeda-bedakan. Karena itu, Wali Kota Risma berpesan kepada warga Surabaya agar mencontoh sikap para pendahulu. Caranya, dengan tidak mudah terprovokasi untuk terpecah-belah, karena berbeda suku bangsa, agama maupun etnis.

“Jangan mudah dihasut, jangan mudah kena hoax, karena sesungguhnya mereka yang membuat fitnah dan hoax karena mereka yang ingin memecahkan persatuan dan kesatuan kita dan menghancurkan negara tercinta,” tegasnya.

Risma juga menyampaikan pesannya kepada arek Suroboyo, agar mencontoh para pejuang dengan menjadi teladan bagi seluruh bangsa dan negara. Baginya, jika ingin Kota Surabaya semakin maju, maka semua harus bersatu padu melawan kemiskinan dan kebodohan.

“Arek-arek Suroboyo adalah arek-arek pejuang yang tidak kenal menyerah dan putus asa. Ayo kita tetap berjuang, sekali Merdeka, tetap Merdeka,” pesannya.

Setelah Risma menyampaikan sambutan, acara kemudian diisi dengan pembacaan puisi berjudul “Surabaya Bhineka” yang dibawakan oleh sosiawan Leak Kustiya.

Menariknya, usai pembacaan puisi, tiba-tiba saja suara dentuman keras mirip meriam terdengar bersahutan. Suasana di lokasi pun nampak begitu tegang. Ada ratusan orang berlarian sambil menenteng senjata, dan menembak ke arah berlawanan. Ternyata, ini merupakan pertunjukkan teatrikal kolosal yang dibawakan oleh komunitas pecinta sejarah dari seluruh Indonesia. ($$$)