METRO  

Perpanjangan Jabatan Kepala Desa 9 Tahun, PMPI : Kemunduran Demokrasi, dan Praktik oligarki

Surabaya – Pro Kontra perpanjangan jabatan kepala desa menjadi 9 tahun 3 periode menjadi salah satu isu yang kontroversial di awal tahun 2023 kali ini.

Munculnya gerakan tersebut diinisiasi oleh Papdesi (Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) yang meminta perpanjangan masa jabatan kepala desa. Mereka meminta DPR untuk merevisi UU no 6 tahun 2014 tentang desa.

Tidak hanya itu para kepala desa yang tergabung dari seluruh Indonesia tersebut melakukan aksi demonstrasi untuk mensukseskan keinginannya. Mereka beranggapan bahwa dengan masa jabatan 6 tahun masih terdapat intrik politik antar sesama pendukung calon kepala desa, sehingga proses rekonsiliasi terbilang cukup lama dan habis hanya dalam satu periode jabatan saja.

“Proses rekonsiliasi seharusnya dapat diselesaikan secara cepat, apabila komunikasi yang dibangun secara efektif dengan mengedepankan kolaborasi bersama antar warga. Sehingga dalam satu periode masa jabatan tidak dihabiskan untuk proses rekonsiliasi saja, namun dapat menjalankan program kerja yang bersifat membangun desa secara utuh, baik pertumbuhan ekonomi, pembangunan fisik, serta pengembangan sdm masyarakat desa” ujar Ahmad Yusuf Alkhakim (PMPI-Persatuan Mahasiswa Pencinta Tanah Air), Koordinator Wilayah PMPI Jatim.

Proses perpanjangan jabatan sarat akan makna negatif dibaliknya, karena dapat diketahui bersama aliran dana APBN yang diterima desa bisa mencapai 1 – 1,5 M, bahkan di daerah Jawa khususnya Jawa Timur dan Jawa Tengah mampu mencapai 3 – 3,5 M. Anggaran desa yang cukup besar inilah yang seharusnya menjadi pertimbangan, tentang perpanjangan masa jabatan.

“Dengan anggaran yang cukup besar, serta panjangnya masa jabatan. Menjadikan kesewenang – wenangan dalam pemerintahan desa itu sendiri. Terjadinya absolutisme yang mengakibatkan praktik oligarki dan korupsi merajalela di pemerintahan desa. Dengan demikian mundurnya demokrasi dihitung secara perlahan dari tingkat desa hingga tingkat negara pada nantinya.” Ucap Korwil PMPI.

Diperkuat dengan data pada tahun 2012 hingga 2021 kemaren tercatat sebanyak 601 kasus korupsi terkait dana desa, yang menjerat 686 kepala desa yang ada di Indonesia.

Hal itu membuktikan bahwa praktik korupsi dana desa sangatlah besar apabila permintaan Papdesi ini disetujui maka kasus – kasus korupsi serupa bukan tidak mungkin akan mulai bermunculan.

Selain itu, praktik oligarki juga menjadi salah satu ancaman apabila revisi UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa ini menjadi prolegnas. Adanya kepentingan politik suatu golongan yang memanfaatkan momentum tahun politik 2024 menjadi ladang transaksional antar golongan. Tentu menjadi lahan basah bagi segelintir orang untuk mencapai tujuan mereka dengan seolah – olah mengaspirasikan suara rakyat.

Ketfo : Yusuf Pakai Kopyah Hitam