Senin (19/06/23), kawasan Taman Suroboyo di wilayah pesisir Bulak tampak berbeda. Ada panggung kecil dan tampilan gambar wajah Bung Karno ditata dengan latar belakang patung Sura & Baya.
Puluhan anak-anak muda hadir duduk lesehan beralas tikar, melebur dengan para tokoh masyarakat dan sesepuh wilayah setempat.
Anak-anak muda ini berasal dari berbagai eksponen organisasi kepemudaan dan mahasiswa. Hadir pula perwakilan kelompok penghayat, ormas Pemuda Pancasila, juga organisasi keagamaan seperti Fatayat NU dan Banser.
Mereka tampak fokus menyimak diskusi yang dilangsungkan oleh Taruna Merah Putih (TMP) dan Badan Kebudayaan Nasional (BKN) DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya.
Acara kolaborasi itu merupakan bagian dari rangkaian kegiatan menyemarakkan Bulan Juni Bulan Bung Karno dengan mengangkat tema “Merawat Pemikiran Bung Karno: Nation and Character Building”.
Diskusi yang berlangsung selama dua jam tersebut menghadirkan anggota DPRD Kota Surabaya Abdul Ghoni Muklas Niam, Ketua TMP Kota Surabaya Aryo Seno Bagaskoro, dan akademisi UNTAG Surabaya Dr. Retno Hastijanti sebagai pembicara.
Dalam kesempatan itu, Abdul Ghoni mengungkapkan pentingnya menjaga spirit ajaran Bung Karno, misalnya Pancasila tidak hanya di mulut tetapi juga dalam bentuk tindakan.
“Tidak nyata apabila Pancasila hanya dijargonkan tanpa mewujud menjadi tindakan. Hal itu harus dimulai dari penataan mental dan karakter, khususnya di kalangan anak-anak muda yang harusnya dapat menjadi duta-duta Pancasila dalam turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.” Ungkap politisi PDI Perjuangan tersebut.
Ghoni menerangkan, dalam terus menghidupkan pemikiran Bung Karno, dirinya sebagai legislator tidak bisa bekerja sendirian.
“Perlu adanya kerjasama antar stakeholders untuk memajukan wilayah. Disitulah letak Pancasila, mengikis individualisme dan mendorong kerjasama kolektif.” Imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Aryo Seno Bagaskoro menguji wawasan kebangsaan para audiens dengan melemparkan pertanyaan singkat.
“Siapa Presiden pertama RI?” yang dijawab secara serentak oleh peserta diskusi: “Bung Karno!”
Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan tentang siapa presiden kelima dan ketujuh RI yang berhasil dijawab pula oleh para penonton.
“Presiden kelima Bu Mega! Presiden ketujuh Pak Jokowi!”
Dirinya kemudian menekankan peran penting Bulak dalam perspektif geopolitik.
“Hari ini dunia sedang mengalami pergeseran poros ekonomi dari barat ke timur. Anak-anak muda di pesisir Bulak harus berwawasan sejarah dan berkesadaran kritis. Kemudian menangkap potensi sebagai tuan rumah yang baik dan menjadi wajah serambi depan peradaban Surabaya.”
Hal ini diamini oleh Dr. Retno yang berpandangan bahwa Surabaya tidak bisa lepas dari air dan kemaritiman. Oleh karenanya, daerah seperti Bulak menjadi penting.
“Bahkan simbol Kota Surabaya yakni Sura dan Baya, keduanya adalah hewan air. Maka harus disadari bahwa peradaban Surabaya adalah peradaban waterfront yang bermuara pada penghargaan atas air dan laut sebagai sumber kehidupan.” Tuturnya.
Para peserta pun antusias mendengarkan hingga tuntas. Secara bergantian mereka mengungkapkan pandangan dan tanggapan.
Antara lain dari Ketua Umum PKC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Surabaya M. Husaini, perwakilan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Aulia Thaariq, dan perwakilan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Antonius Grasio.
Bersama dengan para undangan lain dan anak-anak muda yang hadir, mereka mengapresiasi gelaran diskusi tersebut sebagai upaya terus menghidupkan ajaran Bung Karno dalam konteks masa kini.