RAJAWARTA : Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku bahwa komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengelola sampah berbasis terpadu, output nya bukan untuk mendapat penghargaan. Melainkan lebih dari itu, seperti mencegah datangnya penyakit, hingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Sebetulnya ini bukan untuk bagus-bagusan (pengelolaan sampah). Ini vital, sampah, kualitas udara itu vital, karena itulah sumber penyakit,” kata Wali Kota Risma saat ditemui usai membuka acara Asia Pasific Hospice and Palliative Care Conference (APHC) 2019 di Convention Grand City, Jum’at (02/08/2019) pagi.
Wali Kota Risma mengatakan, sebagus apapun kota itu kalau sampahnya tidak dikelola dengan baik, maka akan menjadi jelek. Maksud jelek tersebut bukan berarti kotor, tapi impactnya itu bisa berdampak ke berbagai macam sektor, seperti datangnya penyakit, hingga menurunnya kualitas kesehatan. “Jadi karena itu, pengelolaan sampah di Surabaya bukan untuk baik-baikan, atau agar mendapat penghargaan (Adipura),” katanya.
Dalam setiap kesempatannya menyampaikan paparan kepada tim juri Adipura, Wali Kota Risma selalu menegaskan, bahwa tujuan utama pengelolaan sampah di Surabaya bukan untuk mendapat penghargaan. Tapi bagaimana membuat Kota Surabaya semakin nyaman dihuni masyarakat. Karena apabila sampah dikelola dengan baik, maka hal ini bisa berdampak pada meningkatnya ekonomi masyarakat kota.
“Ini (pengelolaan sampah) benar-benar real memang yang dibutuhkan kota. Coba bayangkan kalau kota ini kotor, siapa yang mau datang ke Surabaya kalau kota ini kotor. Siapa warga yang mau tinggal di Surabaya, kalau kemudian Surabaya punya penyakit,” jelasnya.
Tidak hanya itu, bahkan Wali Kota Risma juga berharap, pengelolaan sampah yang baik tidak hanya ada di Surabaya. Melainkan di seluruh kota / kabupaten di Indonesia. Menurutnya, jika seluruh wilayah Indonesia mampu mengelola sampah dengan baik, maka ke depan tidak perlu khawatir lagi anak-anak akan tinggal dimana saja.
“Anak se-Surabaya itu kalau punya cucu ya itu cucuku, kalau punya anak ya anakku. Bukan tidak mungkin suatu saat dia jadi apa mungkin di Pulau Samosir sana. Kalau semua wilayah Indonesia maju, aku tidak perlu takut memikirkan lagi anak cucuku kelak makan apa,” tuturnya.
Disamping itu, Wali Kota Risma memastikan, pihaknya terus berupaya untuk menekan anggaran pengelolaan sampah di Surabaya. Dengan begitu, anggaran tersebut kemudian bisa dialihkan ke berbagai sektor kebutuhan lain. Seperti pendidikan, kesehatan, bahkan untuk program permakanan.
“Kalau yang (daerah lain) punya duit besar, bisa selesaikan (permasalahan sampah) dengan cara lebih cepat dan lebih baik. Kalau aku punya uang lebih ya ingin (kelola sampah) lebih baik lagi,” jelasnya.
Wali kota perempuan pertama di Surabaya ini juga mengungkapkan, Pemkot Surabaya juga membangun beberapa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah cadangan. Tujuannya untuk menekan biaya tipping fee yang dibayarkan kepada pengelola TPA Benowo atau PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) berbayar yang dikelola swasta. Sebab, besaran tipping fee yang dibayarkan ke swasta tergantung dari volume timbangan sampah.
“Makanya itu untuk mengurangi (biaya tipping fee), supaya tipping fee tidak besar aku membuat TPS-TPS cadangan. Ada TPS Wonorejo, TPS Bratang, supaya bayarnya ke sana (investor) berkurang,” pungkasnya (*)