RAJAWARTA : Dampak sosial-ekonomi dari pandemi COVID-19 berdampak pada anak-anak dan anak muda di seluruh Indonesia, dan mereka harus diprioritaskan dalam upaya pemulihan, kata UNICEF hari ini. Jika orang dewasa yang berusia lebih tua lebih berisiko untuk menderita penyakit parah, anak muda cenderung menanggung beban biaya kesehatan, ekonomi dan sosial jangka panjang.
Kaum muda berusia antara 10 dan 24 merupakan 66 juta atau 25 persen dari populasi – karena itu penting untuk memprioritaskan kaum muda dalam tanggapan COVID-19 dan berkomitmen untuk pemulihan yang memasukkan dan melibatkan mereka sebagai mitra dalam menemukan solusi untuk tantangan sosial-ekonomi yang dihadapi negara ini.
Bagi sebagian besar anak dan remaja, sekolah masih ditutup dan menghalangi interaksi sosial, layanan, dan dukungan kaum muda dari sekolah fisik. Di banyak keluarga yang menghadapi kendala keuangan, anak-anak dan remaja berisiko terpaksa berhenti menempuh pendidikan dan diarahkan untuk memegang tanggung jawab rumah tangga dan pengasuhan, dan bagi sebagian orang, perkawinan usia anak. Kehilangan pekerjaan pada orang tua juga menyebabkan pemasukan rumah tangga berkurang, memberi tekanan tambahan pada keluarga, dan dapat menyebabkan masalah kesehatan mental. Stress tambahan ini juga dapat menyebabkan anak-anak menjadi lebih rentan untuk mengalami atau menyaksikan kekerasan.
“Salah satu pesan yang menentukan sejak awal pandemi COVID-19 adalah bahwa orang yang lebih tua lebih terdampak oleh virus,” kata Kepala Komunikasi UNICEF Thierry Delvigne-Jean. “Namun, anak muda telah terpukul oleh COVID-19 dalam banyak hal: mereka tidak bisa bersekolah, melihat orang tua mereka kehilangan pekerjaan atau jatuh sakit. Dan mereka juga akan menghadapi dampak jangka panjang pada ekonomi, yang akan mempengaruhi peluang kerja mereka di masa depan.”
Sejak awal Maret, UNICEF telah melakukan serangkaian jajak pendapat melalui aplikasi pesan instan dan SMS, melalui platform keterlibatan U-Report. Jajak pendapat secara kolektif menghasilkan sekitar 33.000 tanggapan dari remaja di seluruh 34 provinsi pada beberapa aspek dampak COVID-19 yang mengungkapkan bahwa:
• 1 dari 10 pernah mengalami kekerasan di rumah;
• 57 persen menghadapi masalah ekonomi karena pekerjaan orang tua mereka terdampak;
• 62 persen dari siswa yang belajar online mengatakan mereka akan memerlukan bantuan dengan akses internet serta bimbingan guru untuk menavigasi pembelajaran online, jika pandemi berlanjut.
Kecuali anak-anak dan remaja diprioritaskan dalam upaya pemulihan, dampak COVID-19 dapat bertahan sepanjang hidup mereka. Tindakan untuk mengurangi dampak COVID-19 pada orang muda termasuk:
•Semakin lama anak-anak terlepas dari pendidikan, semakin besar kemungkinan mereka untuk putus sekolah sama sekali. Banyak juga yang merasa cemas untuk kembali ke sekolah, menambah tekanan dan kemungkinan peningkatan angka putus sekolah sehingga sangat penting untuk meningkatkan pilihan pembelajaran di rumah – termasuk opsi tanpa teknologi dan pilihan berteknologi rendah. Ketika sekolah dibuka kembali, investasi dalam pendidikan berkualitas dan pengembangan keterampilan harus ditingkatkan untuk memastikan generasi anak dan remaja tidak tertinggal.
• Ketika jutaan orang tua berjuang untuk mempertahankan mata pencaharian dan pendapatan mereka melalui penurunan ekonomi, pemerintah harus mempertahankan dukungan keuangan kepada keluarga melalui program perlindungan sosial, termasuk transfer tunai, untuk memastikan kesempatan yang sama bagi setiap anak.
• Akses ke layanan sosial utama dan dukungan kesehatan mental harus menjadi prioritas – mempersiapkan peningkatan permintaan, mendukung anak-anak dari jarak jauh dan berinvestasi dalam tenaga kerja sosial. Ketika merencanakan tanggapan COVID-19 mereka, pemerintah harus memperhitungkan risiko unik anak perempuan dan anak-anak yang rentan, termasuk mereka yang menghadapi diskriminasi dan stigma.
Mendengarkan orang-orang muda dan melibatkan mereka sebagai mitra yang setara dalam pemulihan negara juga merupakan kunci untuk respons yang efektif. Terlepas dari tantangan yang mereka hadapi, ketika diberi sebuah platform, kaum muda dapat berbagi solusi dan ide-ide kreatif mereka, yang pada gilirannya dapat membantu membentuk masa depan mereka.
Kampanye COVID19Diaries, misalnya, mengundang orang-orang muda untuk memposting di media sosial tentang bagaimana pandemi berdampak pada kehidupan sehari-hari mereka dan langkah-langkah yang mereka ambil untuk melindungi diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Hingga saat ini, kampanye ini menerima lebih dari 500 pengiriman, dengan topik beragam seperti kesehatan mental, kebersihan sanitasi dan interaksi sosial, dan menjangkau hampir 31 juta pengguna di seluruh negeri.
“Upaya kaum muda di Indonesia untuk merespons COVID-19 sangat positif,” kata Baiq Niki, seorang perwakilan pemuda dari Kabupaten Lombok Barat yang telah secara aktif mempromosikan pentingnya mengonsumsi suplemen TTD (tablet tambah darah) kepada teman-temannya melalui WhatsApp dan media sosial. “Di seluruh negeri, anak-anak dan remaja dari semua latar belakang melangkah untuk saling mendukung dan memastikan suara mereka didengar selama masa krisis ini,” tambahnya.