RAJAWARTA ; Kasus meninggal karena Covid-19 di Kota Surabaya sekitar 90 persen disertai dengan komorbid atau penyakit penyerta. Berdasarkan data kumulatif Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya per tanggal 28 Juli 2020, ada 754 orang meninggal dunia karena Covid-19. Dari jumlah itu, 714 orang di antaranya meninggal disertai dengan komorbid atau penyakit penyerta. Sedangkan sisanya, murni karena kasus Covid-19.
Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jawa Timur, dr Dodo Anondo mengungkapkan, berdasarkan laporan yang diterima dari para direktur rumah sakit, sekitar 90 persen kasus pasien Covid-19 meninggal di Kota Surabaya disertai komorbid atau penyakit penyerta.
“Yang jelas 90 persen disertai komorbid. Terutama karena kegemukan atau obesitas, diabetes mellitus, dan hipertensi itu yang paling banyak,” kata dr Dodo, Kamis (30/07/2020).
Namun demikian, dr Dodo mengapresiasi berbagai upaya dan respon cepat dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam menekan angka kematian. Akan tetapi, hal ini juga harus didukung oleh masyarakatnya sendiri dalam disiplin menerapkan protokol kesehatan pada kehidupan sehari-hari. Terutama bagi mereka yang memiliki komorbid.
“Alhamdulillah Pemkot Surabaya itu responnya cepat. Memang dominan komorbid, tapi kita sebenarnya sudah sering mengingatkan kepada orang-orang komorbid itu, terkadang mereka sendiri yang kurang disiplin, kalau ngobrol itu maskernya dibuka,” katanya.
Maka dari itu, pihaknya sangat berharap kepada masyarakat yang memiliki penyakit penyerta agar lebih disiplin lagi dalam menjalankan protokol kesehatan pada kehidupan sehari-hari. Sebab, untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 tak hanya bisa dilakukan oleh pemerintah, namun masyarakatnya juga harus aktif mendukung.
“Makanya orang yang memiliki diabetes itu harus terkontrol obatnya, olahraga, dan makanannya. Namun yang penting itu jaga kondisi tubuhnya. Kadang orang lupa kalau memiliki sakit diabetes itu makanannya tidak terkontrol,” papar dr Dodo.
Menurutnya, sebenarnya selama ini penanganan Covid-19 di Surabaya sudah begitu masif. Apalagi, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memberikan perhatian lebih kepada tenaga kesehatan hingga kebutuhan peralatan di rumah sakit.
“Untuk Kota Surabaya sebetulnya tenaga kesehatan sudah bagus, apalagi Ibu Wali Kota juga sangat perhatian kepada kita-kita. Apa yang sudah dilakukan Pemkot Surabaya itu sudah bagus,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinkes Kota Surabaya, Febria Rachmanita menyatakan, bahwa Pemkot Surabaya menaruh perhatian lebih kepada masyarakat yang dinilai rentan tertular Covid-19. Seperti warga yang memiliki penyakit penyerta, ibu hamil, serta lansia. Bahkan, pemkot melakukan pemantauan ketat bagi mereka yang terbilang rentan tertular virus.
“Upaya kami adalah mendata pasien-pasien rentan dan komorbid. Artinya rentan adalah mulai dari lansia, ibu hamil ditambah dengan pasien komorbid,” kata Febria.
Bagi warga yang memiliki komorbid seperti diabetes mellitus (DM), hipertensi (HT), komplikasi DM dan HT, asma, hingga jantung, Pemkot Surabaya melakukan pemantauan ketat melalui Puskesmas. Febria juga menyarankan kepada warga yang memiliki komorbid agar tidak perlu datang langsung ke fasilitas kesehatan untuk membeli obat.
“Nah, itu kita data mereka dan menjadi tanggung jawab Puskesmas. Kami sudah koordinasi dengan BPJS untuk bisa menyiapkan obat-obat pasien komorbid,” kata dia.
Sedangkan bagi ibu hamil, mereka juga dipantau dan didampingi oleh tiap-tiap bidang kelurahan (Bikel). Bahkan, sejak minggu pertama kehamilan hingga melahirkan, ibu hamil di Surabaya menjadi tanggung jawab masing-masing Bikel.
“Selain memeriksakan kehamilannya, pada minggu ke 37 ibu hamil itu kita juga melakukan swab, setelah itu menentukan rumah sakit mana yang akan menjadi tempat rujukan oleh Puskesmas,” ungkap dia.
Jika hasil swab ibu hamil itu dinyatakan confirm Covid-19, selanjutnya dia dirujuk ke rumah sakit khusus penanganan Covid-19. Sementara jika hasil swab negatif, dia kemudian dirujuk ke rumah sakit ibu dan anak.
Tak hanya memberikan perhatian lebih kepada pasien komorbid dan ibu hamil di Surabaya agar terhindar dan terlindungi dari Covid-19. Pemkot Surabaya juga menekankan perubahan perilaku sikap melalui petugas promotor kesehatan dan relawan. Mereka getol terjun ke masyarakat mensosialisasikan disiplin protokol kesehatan, seperti pakai masker, cuci tangan dan jaga jarak.
“Karena untuk merubah perilaku tidak bisa dilakukan sekali dan nanti bersama kader-kader bumantik. Kita juga lakukan rapid test dan swab massal kepada masyarakat yang memiliki kontak erat dengan pasien dan kelompok rentan itu kita lakukan terus,” tuturnya.
Di samping itu pula, pasien Covid-19 yang menjalani rawat jalan atau telah dipulangkan dari rumah sakit juga dilakukan pemantauan oleh Puskesmas. Makanya, Febria mendorong pihak rumah sakit agar aktif melaporkan setiap pasien yang telah pulang melalui sistem aplikasi milik Pemkot Surabaya yang telah tersedia. Nah, berdasarkan laporan di aplikasi tersebut, Puskesmas selanjutnya melakukan pemantauan.
“Di situ (aplikasi) mereka (Puskesmas) bisa membaca pasien-pasien yang dipulangkan rumah sakit. Kalau pasien itu sudah dipulangkan rumah sakit, maka dia menjadi tanggung jawab Puskesmas, mereka di-cek apakah sudah dapat obat, terus bagaimana saturasi oksigennya,” katanya.
Bagi pasien yang telah dipulangkan dari Rumah Sakit, Dinkes Surabaya juga memberikan alat berupa pulse oximeter atau alat untuk mengukur saturasi oksigen dalam darah. Pasien yang telah pulang dari RS diajari untuk bisa melihat saturasi masing-masing dan kemudian melaporkan kepada puskesmas. Apabila saturasinya naik di atas 96 berarti aman.
“Kalau saturasinya tidak naik (kurang dari 94), Puskesmas akan cepat turun. Ada 400 alat saturasi yang sudah kami bagikan, sesuai dengan kebutuhan yang urgen, dan mereka diajari menggunakan. Itu dari sisi promotif preventif,” ujar Febria.
Sedangkan upaya Pemkot Surabaya dari sisi kuratif, salah satunya adalah menambah tempat tidur dan rumah sakit rujukan atau non rujukan untuk pelayanan pasien Covid-19. Selain itu pula,kata Febria, penambahan ventilator di rumah sakit juga dilakukan.
“Ada penambahan 17 ventilator di rumah sakit. Kita juga membantu sistem rujukan supaya cepat dan tepat. Jadi rumah sakit mana yang ada ventilator itu saling bersahutan,” jelasnya.
Upaya lain dalam menekan dan memutus mata rantai penyebaran virus ini adalah dengan melakukan tracing lebih ketat kepada semua kontak erat. Menurut Febria, minimal satu pasien confirm Covid-19 itu 25 kontak erat yang dilakukan tracing. “Target kami 1 banding 25, tergantung masing-masing kasus. Tetapi minimal satu pasien positif harus 25 kontak erat yang harus kita tracing,” pungkasnya. (*)