RAJAWARTA : Kebijakan karantina bagi atlet dan official Kontingen Jatim PON XX sepulang dari Papua, memicu polemik. Kebijakan BPB Linmas Kota Surabaya melalui surat nomor 443.2/13174/436.8.4/2021 yang ditandatangani oleh Kepala BPB Linmas Kota Surabaya, Irvan Widyanto, dipersoalkan Ketua Harian KONI Jawa Timur (Jatim), M. Nabil, karena dianggap menyakiti perasaan para atlet, khususnya yang berdomisili di Surabaya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPB Limas Kota Surabaya Irvan Widyanto menegaskan, karantina bagi atlet PON XX Papua yang pulang ke Surabaya, bertujuan untuk memperhatikan kondisi para atlet. “Jadi jangan disalah artikan sehingga menimbulkan polemik. Ini untuk atlet asal Surabaya. Ketika mereka disana tes Swab PCR dan hasilnya negatif, menurut para pakar epidemologi ini bukan menjamin. Karena virus ini memiliki masa inkubasi sampai 5 hari,” ungkapnya.
Irvan menambahkan, pihaknya menawarkan 2 opsi model karantina menyikapi keberatan para atlet. “Yang pertama para atlet dipersilahkan melakukan karantina mandiri di rumah masing-masing selama 5 hari, dengan melapor ke Satgas Covid-19 Kampung Wani Jogo Suroboyo, atau ke RT/RW,” terangnya.
Wakil Sekretaris Satgas Covid-19 Kota Surabaya menjelaskan, dengan melapor ke Satgas Covid-19, RT/RW, merupakan bentuk pengawasan. Kalau terjadi sesuatu bisa dengan cepat tertangani.
Irvan mengatakan, setelah 4 hari masa karantina, mereka diminta untuk melakukan tes PCR. “Kalau hasilnya negatif silahkan kembali beraktifitas,” jelasnya.
Sementara itu opsi kedua, menurut Irvan, pihaknya menyediakan tempat karantina di hotel. “Kita siapkan semuanya, terserah mau milih opsi yang mana, yang membuat nyaman mereka. Jangan sampai mereka terbebani secara psikologis. Karena sekarang ini mereka masih berlaga,” ujarnya
Irvan menambahkan, karantina ini merupakan bentuk kesadaran. ” Bahwa ketika kembali kedaerah asal, ada warga, lingkungan dan sanak saudara yang kita diperhatikan juga,” pungkasnya.