Ditulis oleh : Dr Sri Setyadji SH MH Pemerhati Perbankan
Telah diketahui publik secara luas bahwa Rapat Pemegang Saham Luar Biada PT Bank Jatim, tanggal 19 juni 2019, memutuskan dan menetapkan beberapa calon Direksi Yang diusulkan untuk mengikuti fiet proper test di OJK. Kegiatan RUPS berjalan biasa, lancar dan normatif sesuai dengan standard dalam AD/ART dari PT Bank Jatim.
Fenomena muncul setelah sebagaian publik mengetahui bahwa, bedasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017, bahwa keberadaan BUMD termasuk yang sudah menjadi PT, maupun anak perusahaanya secara substsntif dan normatif diatur dalam PP tersebut.
Kemudian pada tanggal 22 juni, Rancangan Perda Tentang BUMD Pemerintah Propinsi Jatim diserahkan ke DPRD Propinsin Jatim, yang pada prinsip secara filosifis, yurudis dan sosiologis, persis alias mempertegas PP Nomor 54 Tahun 2017. Tentu Raperda tersebut dalam pembahasannya akan dengan sukacita dan dinamika, baik secara politis dan yuridis akan mewarnai.
Hal ini mengingat bahwa jabatan direksi, pengawas ataupun komisaris adalah jabatan politis, maka interelasi, interkoneksi, akan mewarnai pembahasan Raperda. Bahkan di salah satu media, ada fraksi yg sudah pasang badan untuk Gubernur, padahal secara substantif RAPERDA tersebut justru menempatkan eksistensi DPRD dan Gubernur dalam posisi yang strategis.
Disisi lain calon resmi para direksi yang diusulkan berdasar Keputusan dan penetapan RUPS LB, sudah masuk dalam domein OJK ( Otoritas Jasa Keuangan) untuk mengikuti menjalani berbagi test.
Fenomena tersebut jikalau dicermati. Bahwa RUPS LB mendasarkan pada UU PT, disisi lain PP 54 Tahun 2017 harus dikuti oleh BUMD, karena BUMD bagaian yang tidak terpisahkan dari Pemerintah Daerah.
Hal ini telah terbukti secara yuridis, sosiologis, bahwa atas kesalahan dalam mengelola keuangan, dapat berakibat penyalahgunaan dan kerugian keuangan Negara yang pada akhirnya masuk dalam ranah Tindak Pidana Khusus.
Banyak kasus yang baru saja di hadapan kita dan belum hilang dari ingatan yang secara empirik dapat dijadikan sebagai koparasi, misalkan kasus YKP, yang bertahun-tahun melepaskan diri dari pemkot, berkat kecermatan Kejaksaan Tinggi Jatim, akhirnya kembali ke Pemkot Surabaya.
Begitu juga kasus di BUMD Propinsi Jatim yang sudah berbentuk PT, yang pernah terjadi dan terimplikasi hukum pada akhirnya sidang di TIPIKOR. Begitu juga yang pernah terjadi kasus di beberapa Bank Daerah dan juga di Bank Jatim sendiri pernah terjadi hal yang serupa dipastikan masuk dalam ranah tindak pidana khusus.
Artinya bahwa Perusahasn Daerah walaupun sudah berbentuk PT, tetap menjadi DOMEIN Pemerintah Daerah, sehingga dalam perspektif PP Nomor 54 Tahun 1997, merupakan Landasan Hukum yang wajib dijadikan Dasar dalam pengusulan pengangkatan direksi dan komisaris.
Perspektif UU tentang Perseroan Terbatas secara murni berlaku bagi Bank Swasta, sedangkan Perseroan Terbatas BUMD, berlaku terhadap Operasionalisasi dan bukan struturalnya.
Melihat hasil RUPS LB PT Bank Jatim, tetanggal 19 juni 2019, maka keputusan dan pengusulan calon direksi dalam perspektif ke dua regulasi tersebut berada dipersimpangan jalan alias menjadi Dilematis.
Sebagai warga Jawa Timur dan sekaligus keberadaan Bank Jatim bagaian dari kebanggan warga Jatim, berharap segera ada solusi, agar para calon direksi tidak menggantung dan tidak dilema dengan perspektif adanya kontra norma dari 2 REGULASI tetsebut.
Mengingat tingkat kepedulian dan kebutuhan masyarakat jatim terhadap Bank Jatim sangat tunggi, sebaiknya RAPERDA Tentang BUMD segera dibahas dengan memberikan tingkat partisipasi aktif pada publik( melalui hearing pada stake holder).
Dengan harapan RAPERDA tersebut yang kemudian menjadi PERDA untuk menjadikan yang lebih sempurna, sangat memungkinkan DPRD mengundang OJK, agar ada kesamaan pandang dan implementasinya terhadap keberadaan BUMD tetmasuk PT Bank Jatim.