RAJAWARTA : Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif (ULT PSAI) di Tulungagung menjadi perhatian dan rujukan negara lain. Pelayanan anak yang terintegrasi itu dianggap mampu menekan kekerasan serta pelecehan anak.
Rombongan dari Departemen Kesejahteraan Anak Pemerintah China datang langsung ke Tulungagung, untuk melihat lebih jauh penerapan layanan integratif yang dianggap mampu mendeteksi serta melakukan pencegahan terhadap kekerasan anak.
Sekretaris Daerah Kabupaten Tulungagung Sukaji menuturkan, upaya terpadu dan terintegrasi yang sudah diterapkan dalam beberapa tahun terakhir memang membantu masyarakat. Mereka tidak merasa kesulitan saat memberikan pelaporan maupun upaya deteksi dini terkait kasus kekerasan anak maupun pelecehan seksual di Tulungagung.
“Fenomena anak biasanya seputar masalah kekerasan serta trafficking. Sejak lama Tulungagung selalu menghadapi masalah itu. Tapi sekarang sejak ada ULT PSAI bisa mengurangi angka korban,”ujar Sekda Tulungagung, Kamis (12/12/2019), usai menerima delegasi dari Cina.
Sukaji melanjutkan, ancaman kekerasan pada anak memang terjadi karena berbagai faktor. Salah satunya karena status Tulungagung sebagai kantong Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Sehingga muncul dampak pengasuhan dari anak-anak pekerja migran, serta tingginya angka perceraian.
“Kami harus bisa cepat dalam hal penanganan kasus pada anak ini. Termasuk semua pihak harus terlibat ikut melakukan pencegahan,” jelas Sukaji.
Saat ini, katanya, setidaknya ada 39 instansi lintas sektor yang terlibat dalam sistem ULT PSAI. Mulai dari kepolisian, dinas sosial dan perlindungan anak, rumah sakit, dinas pendidikan, sampai organisasi masyarakat. Semuanya terhubung menjadi satu dalam mendeteksi serta menanggani persoalan anak.
“Jadi kalau dulu persoalan anak itu berbasis isu, sekarang sudah berbasis sistem yang terintegrasi bersama,” ungkapnya.
Menurut Sukaji, sepanjang tahun 2019 ini, terdapat 177 kasus yang melibatkan anak berhasil terdeteksi. Jumlah itu memang mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga bisa dilihat kalau sistem yang dikembangkan sejak tahun 2014 ini, mampu mendeteksi berbagai persoalan anak di masyarakat.
“Sehingga banyak masyarakat yang memahami pelayanan. Mereka (keluarga korban,red) mengetahui siapa saja yang harus diberikan pelaporan jika muncul masalah,”katanya.
Sementara itu Chief of Child Protection Division, Child Welfare Department, Ministry of Civil Affairs China, Yang Jian menuturkan, selama ini UNICEF dan pemerintah China menjadi mitra yang bagus. Kondisi yang ada di Indonesia memiliki kesamaan. Seperti populasi penduduk yang cukup besar dan angka kemiskinan yang juga hampir sama.
“Kami juga memiliki banyak buruh migran yang keluar dari China. Ini ada kemiripan dengan yang terjadi di Tulungagung. Kami ingin belajar kesejahteraan dan perlindungan anak di Tulungagung untuk bisa dikembangkan di China. Penerapan layanan terintegrasi ini bisa menjadi salah satu solusi,” kata Jian, yang datang secara khusus ke Indonesia ditemani enam stafnya.
Jian juga menjelaskan, kalau selama ini di China banyak regulasi yang mengatur tentang anak. Termasuk mereka yang ada di panti maupun anak disabilitas.
“Populasi kami tinggi, makanya butuh menyelesaikan pekerjaan ini,”ungkapnya.
Di tempat sama Kepala Dinas Sosial KB dan PPPA Kabupaten Tulungagung Suparni mengatakan, masalah sosial yang melibatkan anak memang beragam. Untuk itu menurutnya, pelayanan bagi anak harus bisa dipadukan.
“Para petugas dari lintas sektor melakukan upaya gotong royong. Mereka memahami peran yang diambil, termasuk puskesmas maupun rumah sakit,” jelasnya.
Delegasi dari China tersebut selain diajak berdiskusi secara langsung, juga diajak melihat Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI), rumah sakit umum daerah (RSUD) dr.Ishak sebagai salah satu institusi yang masuk dalam sistem, serta berkunjung ke desa percontohan penanganan kesejahteraan anak di Desa Kesambi, Kecamatan Bandung, Kabupaten Tulungagung.
Kepala Perwakilan UNICEF wilayah Pulau Jawa, Arie Rukmantara, yang ikut mendampingi delegasi mengatakan, komitmen kerjasama yang kuat antar institusi di suatu daerah menjadi penentu keberhasilan program perlindungan anak ini.
“Komitmen kerjasama yang kuat ini adalah kunci. Jika semua daerah bisa menerapkan seperti apa yang dilakukan di Tulungagung, maka kami yakin perlindungan terhadap anak-anak Indonesia bisa menjadi lebih baik,” kata Arie Rukmantara.
Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) merupakan salah satu model layanan kesejahteraan dan perlindungan anak, yang dikembangkan oleh Kementerian Sosial bersama UNICEF sejak tahun 2014. Pada tahun 2016, program ini diujicobakan di 5 kabupaten/kota. Dan pada tahun 2018 program ini direplikasi di 111 kabupaten/Kota di Indonesia