RAJAWARTA : Pengerjaan Proyek Seragam Sekolah (PSS) Pemkos mendapat perhatian AH Thoni Wakil Ketua DPRD Yos Sudarso Kota Surabaya. Pasalnya, proyek PSS yang semula pengerjaannya diproyeksikan untuk UMKM, ternyata masih ada beberapa pelaku UMKM (penjahit) yang masih berkeluh-kesah.
Keluh-kesahnya menurut AH Thoni, para UMKM yang sejatinya sangat layak untuk mendapatkan proyek PSS, sama sekali belum ‘ketiban’ proyek yang pernah digembar-gemborkan untuk pemulihan ekonomi.
“Hari ini saya kaget, karena saya pikir masalah seragam sudah tuntas. Karena sejak awal (semester lalu), Pemkos, Dinas Pendidikan dan Komisi (DPRD Yos Sudarso) menyampaikan bahwa seragam sekolah sudah dikerjakan UMKM dan didistribusikan,” tukas Thoni kepada sejumlah pewarta di ruang kerjanya (15/6/2022).
Kabar awal yang menyebutkan bahwa PSS dikerjakan UMKM dengan alasan pemulihan Ekonomi tersebut bak Oase baginya. Namun, oase itu sirna seiring dengan pengaduan beberapa pelaku UMKM terhadap dirinya.
“Tetapi hari ini ada warga (UMKM) yang datang meminta pekerjaan penjahitan, karena sudah dua tahun lebih tidak mendapat pekerjaan menjahit seragam sekolah,” ujar politisi Partai Gerindra Kota Surabaya.
Saking butuhnya ungkap Thoni, pelaku UMKM (Warga Simo) tidak berpikir masalah untung rugi, asalkan bisa mendapatkan pekerjaan. Pekerjaan yang dimaksud proyek PSS dari Pemkos.
“Apalagi yang disampaikan (Pejahit) dengan narasi tidak perlu cari untung yang penting mesin jahitnya bisa jalan agar tidak karaten,” ujar Thoni mengutip pernyataan warga Simo yang sangat ‘haus’ akan pekerjaan PSS.
Fakta dan narasi yang disampaikan beberapa pelaku UMKM ini, menjadi bahan evaluasi bagi Pemkos. Bahkan Thoni mengatakan, dirinya merasa ragu terhadap komitmen Pemkos dalam program pemulihan ekonomi dari sisi UMKM.
“Lah ini sebagai evaluasi. Kami menjadi ragu bahwa komitmen dari para pihak yang kemarin menyatakan bahwa seragam sekolah akan dikerjakan oleh UMKM-UMKM,” ujar Thoni.
Sebab pernyataan para pihak tersebut diatas ungkapnya, tidak beda jauh dengan fatamorgana. “Kami mempertanyakan. UMKM dari mana dan dimana, berapa jumlahnya yang dikerjakan oleh UMKM,” tukasnya.
Thoni mengaku, sejak awal sangat mensuport pengerjaan PSS dikerjakan oleh UMKM. Namun, belakangan ini, dirinya khawatir PSS itu dikerjakan oleh kelompok tertentu atau perorangan yang justru bertolak belakang dengan program pemulihan ekonomi.
“Saya khawatir dimonopoli oleh konveksi besar, kemudian didistribusikan ramai-ramai oleh pedagang atau pihak-pihak yang membuat sipla. Saya khawatir ini ada sebuah manipulasi terhadap sistem, bahwa seolah-olah pekerjaan ini melibatkan banyak pihak, tapi sesungguhnya ini hanya dikerjakan oleh pihak tertentu,” ulasnya bernada curiga.
Kalau kecurigaannya terjadi, maka Thoni menegaskan bahwa, beberapa pihak yang terlibat dalam PSS telah melakukan pengingkaran terhadap program pemulihan ekonomi melalui PSS yang disebutkan akan melibatkan UMKM.
Untuk memperjelas persoalan ini, Thoni meminta salah satu Komisi di DPRD untuk mempertanyakan kepada Pemkos, utamanya kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya.
“Kami minta kepada Komisi D untuk bisa mencermati lebih dalam untuk menanyakan ke Kepala Dinas. Kepada siapa pekerjaan dilakukan, diberikan, kemudian dengan nominal berapa, dan UMKM dimana. Nanti data-data itu akan kami lihat dan kami cek kebenarannya,” tukasnya.
Dalam kesempatan itu, Thoni menaruh asa agar pengerjaan PSS tidak diberikan kepada konveksi besar. Sebab, sangat tidak seiring program pemulihan ekonomi.
“Kalau dikerjakan oleh konveksi besar, berarti kan ada monopoli. Hal ini sangat bertentangan dengan spirit kita untuk pemerataan dan pemberdayaan,” ulasnya.
Sebaiknya PSS ini dikerjakan Konveksi besar atau UMKM? Tanya media ini. Dengan tegas Thoni mengatakan, jika mengacu pada spirit Walikota, maka sebaiknya PSS dikerjakan oleh UMKM.
“Kalau UMKM itu warga Surabaya saya lebih memilih warga Surabaya. Toh uang itu untuk Warga Kota Surabaya, dan produknya untuk warga Kota Surabaya,” tukasnya.
Pada prinsipnya Thoni lebih berorientasi pada pemberdayaan lokal daripada dikerjakan konveksi besar dari luar Kota. “Rejekinya diambil pihak lain (konveksi dari luar kota), kita sebagai penerima jasa saja. Sementara di kita ada sumber daya yang bisa memenuhi kebutuhan itu,” tambahnya.
Thoni tidak ingin, keterlibatan UMKM dalam PSS hanya difungsikan sebagai pedagang yang mengambil hasil produksi dari Konveksi besar. “Jika Pemkos benar-benar melibatkan UMKM dalam PSS, paling tidak akan mengurangi jumlah pengangguran di Kota yang saat ini dipimpin oleh Eri Cahyadi,” jelasnya bernada yakin.
Bagaimana dengan anggaran? Thoni menjelaskan, APBD Kota Surabaya sebesar Rp 10,3 trilliun hanya berupa angka yang tertulis di atas kertas. “Faktanya, dalam pelaksanaannya tergantung pada kemampuan masyarakat, karena sumber PAD kita banyak diperoleh dari masyarakat yang digali lewat PBB dll. Nah kalau sumber PAD itu belum bergerak maka dananya Pemkos masih terbatas,” ujarnya.
Nah terkait dengan PSS ini, andai dananya Pemkos masih dalam kondisi terbatas, maka tidak boleh keterbatasan anggaran itu dijadikan alasan untuk menunda apalagi menghentikan PSS.
“Kita masih memiliki inovasi, bahwa kita bisa panggil Bank untuk memfasilitasi pinjaman KUR. Tentunya sistem pembayarannya diatur. Jangan sampai bunga KUR lebih besar dari pendapatan penjahit,” tukasnya.
Diakhirnya ketetangannya Thoni meminta Walikota untuk intens melakukan monitoring terhadap PSS. “Walikota perlu memantau, apakah seragam itu sudah terdistribusi, karena sekarang sudah memasuki masa libur. Jangan sampai ada kesan, sekolahnya sudah selesai, tapi seragamnya belum diberikan. Ini memalukan. Jangan Ada kesan UMKM di PHP,” pungkasnya.