Merayakan HUT Kemerdekaan RI Bersama Eks Napiter Abu Fida

Perayaan HUT Kemerdekaan RI kali ini berbeda dengan sebelumnya. Setelah mengikuti upacara pengibaran bendera merah putih di Taman Surya Balai Kota Surabaya, saya ke rumah Ustadz Syaifuddin Umar yang biasa dipanggil Abu Fida. Tempat tinggal mantan napiter (narapidana teroris) ini mudah ditemukan. Letaknya di pinggir jalan Sidotopo Lor.

Saya mengenal Ustadz Abu Fida sudah lama. Sekitar tahun 2004. Tepatnya ketika saya masih bekerja sebagai jurnalis di Jawa Pos. Saat itu Abu Fida ditangkap aparat keamanan karena dituduh pernah menyembunyikan Dr Azhari dan Noordin Mohd Top. Kedua warga Malaysia ini merupakan buronan teroris nomor wahid di tanah air.

Abu Fida sempat diperiksa “secara intensif” oleh petugas selama sebulan dari satu hotel ke hotel lainnya. Dia baru dibebaskan setelah media massa ramai memberitakannya. Kabarnya petugas tidak pernah memberikan surat penangkapan dan penahanan guru ngaji itu kepada keluarganya.

Tahun 2014, Abu Fida kembali dibekuk Densus 88 Antiteror usai ceramah dan deklarasi ISIS di salah satu masjid di Solo. Alumni Pesantren Gontor ini divonis 3 tahun (dari tuntutan 4 tahun penjara). Dua tahun dipenjara di Mako Brimob, dan 1 tahun meringkuk di Lapas Magelang.

“Saya bebas tahun 2017,” ungkap Abu Fida yang pernah tinggal di Suriah dan Jordania. Dia juga pernah menjadi kombatan di Pakistan dan Afghanistan sebelum diterima kuliah di Ummul Qurra Makkah jurusan aqidah. “Saya sering ketemu Osama Bin Laden ketika di Afghanistan. Orangnya loman (dermawan),” sambung Abu Fida yang bapaknya dulu polisi berdinas di Polda Jatim.

Beberapa waktu lalu saya bertemu Abu Fida di ruangan Bu Yayuk, kepala Bakesbangpol Pemkot Surabaya. Bu Yayuk memberitahu saya kalau Abu Fida sekarang banyak membantu pemerintah dalam program deradikalisasi terhadap kelompok rentan dan berpotensi terpapar idiologi radikal.

Saya bersyukur bisa bertemu lagi dengan Abu Fida. Mantan anggota JI (Jamaah Islamiyah) dan JAT (Jamaah Anshorut Tauhid) ini merupakan satu di antara 18 eks napiter yang tinggal di Surabaya. Di seluruh Jatim ada 150-an mantan napiter.

Bersama sejumlah jurnalis, kami makan nasi tumpeng bersama secara sederhana. Selain merayakan 17 Agustusan, kami mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT kepada Abu Fida dan keluarga. Yaitu, Abu Fida diterima program doktor (S3) Studi Islam di Uinsa. Lalu putra keempat dan kelimanya diterima di ITS dan salah satu SMAN di Surabaya.

Selain itu, Abu Fida yang pedagang itu diperbolehkan membuka lapaknya di market place e-peken, milik pemkot. “Saya berterima kasih kepada Bu Yayuk dan Pak Walikota Surabaya,” ungkap bapak 6 anak ini yang juga ikut upacara 17 Agustus di Taman Surya bersama 8 eks napiter lainnya.

Dirgahayu ke-77 tahun Kemerdekaan RI. Mari bersama kita wujudkan cita-cita para pendiri negara ini. Yaitu negeri yang baldatun toyyibatun wa robbun ghafur. Termasuk dengan eks napiter yang sudah kembali ke jalan yang benar. (*)