RAJAWARTA : Pemkot Surabaya membangun icon kota yang cukup menarik. Icon kota itu adalah Alun-Alun di tengah kota. Hadirnya alun-alun dengan konsep yang berbeda itu bakal memberikan nuansa baru bagi estetika kota.
Hal itu disampaikan Pakar Tata Kota Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Surabaya, Maztri Indrawanto. Menurutnya, pembangunan Alun-alun Surabaya merupakan hal yang baru. Selama ini mindset masyarakat menilai bahwa konsep alun-alun itu berupa ruang terbuka hijau. Tapi esensi yang dibuat Pemkot Surabaya berupa publik space dengan inovasi di tengah kota yang lahannya terbatas. “Maka keterbatasan lahan itu telah dijawab Pemkot Surabaya dengan membuat space baru itu,” kata Maztri sapaan lekatnya, Selasa (09/07/2019).
Dengan keterbatasan lahan ini, tutur Maztri, tidak semata-mata sekadar sebagai titik kegiatan kumpul, atau publik space di dekat Balai Pemuda. Akan tetapi, alun-alun yang terletak di pusat perekonomian kota dengan keterbatasan lahan, merupakan bentuk nuansa baru seperti kota-kota besar (metropolis) di dunia.
“Namun hadirnya publik space tersebut diharapkan juga bisa memberikan nilai lebih, tidak hanya sekadar nilai rupiah atau ekonomi, tapi juga sosial,” ujarnya.
Dalam keterangannya mantan ketua KNPI Surabaya mengutarakan, jika dilihat konsep alun-alun Surabaya, berada di titik central yang sangat strategis. Di sisi barat ada Balai Pemuda, dari arah selatan menuju utara ada poros yang di tengahnya ada Bambu Runcing dan Tunjungan. “Hal ini saling berintegrasi antara beberapa jaringan penting yang saling berkesinambungan,” ujarnya.
Namun demikian, pihaknya juga mendorong Pemkot Surabaya agar mampu mengintegrasikan publik space itu menjadi kesatuan dengan beberapa jaringan tanpa mengurangi nilai ekonominya. “Akan tetapi yang paling penting adalah hadirnya alun-alun di tengah kota menandakan bahwa Surabaya mampu menjawab kebutuhan ruang untuk public space,” paparnya.
Maztri menilai, di sisi lain, keberadaan alun-alun Surabaya itu secara tidak langsung keberpihakan pemkot dalam mendukung gerakan pejalan kaki. Di tengah kota yang saat ini dipandang masif dengan kegiatan ekonomi, bangunan dan manusia, nantinya kualitas udara akan semakin meningkat. Sebab, pergerakan kendaraan bermotor akan mulai bergeser dari pusat kota ke kawasan pinggiran.
“Manfaat lain yang didapat adalah kualitas udara di pusat kota nanti akan semakin meningkat. Karena nantinya kendaraan bermotor terkurangi dan inilah tantangan rentetannya,” jelasnya.
Maztri menambahkan, masyarakat yang punya maksud dan tujuan ke pusat kota dilakukan dengan berjalan kaki atau bersepeda. Keberadaan alun-alun itu nantinya juga akan menggeser kendaraan bermotor ke kawasan pinggir. Hal ini terintegrasi dengan infrastruktur jalan yang telah disiapkan Pemkot Surabaya. “Ini nyambung dengan jaringan transportasi yang ada, seperti Middle East Ring Road (MERR), Jalur Lingkar Luar Barat (JLLB) dan Jalur Lingkar Luar Timur (JLLT),” ungkapnya.
Namun demikian, Maztri menjelaskan, untuk memulai proses pembangunan alun-alun itu pastinya ada dampak lain yang ditimbulkan. “Tapi ke depan itu sebagai momentum untuk sosialisasi bahwa ke depan pejalan kaki dan non motor itu akan didorong,” imbuhnya.
Maztri berharap, agar masyarakat menerima keberadaan alun-alun ini tidak hanya sekadar bentuk bangunan kegiatan. Akan tetapi juga bisa melihat fungsi lain dari manfaat alun-alun di tengah kota itu. Namun tentunya hal ini juga harus diimbangi dengan jalur sepeda yang ada untuk terus dimaksimalkan. “Sehingga jauh-jauh ini masyarakat perlu dipahami bahwa ini awal untuk menata sistem transportasi,” katanya.