SURABAYA – Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Khusnul Khotimah, mendesak Pemerintah Kota Surabaya (PEMKOS), untuk segera merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Hal ini harus dilakukan seiring terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak.
Menurut Khusnul, dalam PP yang baru diteken Presiden Joko Widodo pada 10 Agustus 2021 tersebut, ada pasal yang membahas soal perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, termasuk anak korban bencana non alam seperti pandemi Covid-19.
“Setelah terbitnya PP Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak ini, kami mendesak Pemkot Surabaya untuk segera merevisi perda perlindungan anak yang sudah ada. Sebab perda yang ada saat ini belum ada perlindungan anak korban bencana non alam seperti Covid-19,” kata Ning Khusnul, sapaan lekat Khusnul Khotimah, saat dikonfirmasi, Rabu (25/8/2021).
Menurut dia, perda baru ini sangat penting sebagai payung hukum perlindungan anak di Surabaya akibat Covid-19. Apalagi jumlah anak yang menjadi korban pandemi jumlahnya mencapai kurang lebih 600 anak. Mereka harus segera mendapat intervensi dari pemerintah.
Wakil rakyat dari fraksi PDI Perjuangan ini mengatakan, bisa saja revisi perda ini berasal dari usulan pemkot atau dari inisiatif dewan. Yang penting revisi Perda Perlindungan Anak No 6/2011 bisa segera disesuaikan dengan PP terbaru yakni PP 78 Tahun 2021.
“Ratusan anak yang menjadi korban pandemi Covid-19 ini harus segera ditangani Pemkot Surabaya. Pak Wali Kota (Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, red) ingin agar anak yang orang tuanya meninggal karena Covid-19 ditampung di asrama. Namun tentu saja dilakukan pendekatan secara persuasif melalui kunjungan ke rumah anak tersebut terlebih dahulu. Namun bila anak-anak tersebut mungkin lebih memilih tinggal bersama neneknya atau kerabatnya ini saya kira juga tdk masalah . Asal anak tersebut merasa aman dan nyaman dilingkungan tersebut,” ungkapnya.
Selain intervensi program berupa pendidikan, Ning Khusnul juga mengusulkan agar data anak tersebut bisa di entri di database milik Pemkot Surabaya. Sehingga dari data tersebut nantinya bisa terus bersama-sama dipantau.
“Kita upayakan memenuhi kebutuhan dari anak-anak tersebut . Nah untuk mengatur itu semua, perlu ada payung hukumnya yakni perda perlindungan anak ini,” papar Ning Khusnul.
Untuk diketahui, dalam PP 78/2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak ini berisi 95 pasal. Dalam bagian penjelasan, peraturan ini merupakan kebijakan yang bertujuan memberi rasa aman kepada anak.
“Peraturan pemerintah ini merupakan affirmative action yang bertujuan untuk menjamin rasa aman melalui pemberian layanan yang dibutuhkan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus, dengan harapan akan meminimalisasi jumlah anak yang memerlukan perlindungan khusus,” demikian bunyi penjelasan tersebut.
Dalam Pasal 3 aturan tersebut tercantum bahwa pemerintah, baik di level pusat, daerah, maupun lembaga negara lainnya bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus kepada 15 kategori anak. Di antaranya; anak dalam situasi darurat; anak yang berhadapan dengan hukum; anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual.
Kemudian, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba; anak yang menjadi korban pornografi; anak dengan HIV dan AIds; anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan; anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis.
Selanjutnya, anak korban kejahatan seksual; anak korban jaringan terorisme; anak penyandang disabilitas; anak korban perlakuan salah dan penelantaran; anak dengan perilaku sosial menyimpang; serta anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya.
Sementara itu, dalam Pasal 5 dijelaskan, perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat itu termasuk anak korban bencana nonalam seperti pandemi Covid-19.
Perlindungan khusus itu dilakukan melalui pencegahan agar anak tidak menjadi korban dalam situasi darurat dengan berbagai cara, di antaranya dengan mendata jumlah anak yang memerlukan perlindungan khusus hingga membebaskan biaya pendidikan, baik yang dilakukan di lembaga pendidikan formal maupun nonformal selama masa darurat.
“Perlindungan khusus anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah dapat diterima anak dalam situasi darurat sesegera mungkin,” demikian kutipan Pasal 6 ayat (2). [*]