METRO  

Kakek Nanang Berharap Cucunya Dapat BPJS dan Rusun

RAJAWARTA : Ada kabar bahagia datang dari kisah Nanang Soedarto (53) yang sempat viral baru-baru ini.

Selasa (19/5) siang, Nanang datang ke Balai RW dimana dia tinggal untuk mengambil undangan, dimana namanya tercantum sebagai salah satu penerima bantuan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dari pemerintah.

Yang nantinya tiap bulannya, akan menerima paket bantuan sembako senilai Rp. 200 ribu dari Kementrian Sosial. Serta tambahan bantuan suplemen pangan senilai Rp. 100 ribu.

Hal ini diungkapkan oleh Daniel Lukas Rorong, Ketua Komunitas Tolong Menolong, yang menjadi relawan pendamping dari Diva Nabila, cucu Nanang.

“Jadi, ada selisih jeda satu hari setelah ada pemberitaan, ternyata nama Pak Nanang masuk dalam daftar penerima bantuan KKS. Jadi, kami bersyukur sekali. Paling tidak, bantuan ini dapat sedikit meringankan beban hidup dari keluarga miskin ini,” kata Daniel yang juga mantan wartawan ini.

Selain itu, pihak Kelurahan Perak Barat juga, saat ini sedang memproses akte kelahiran Diva Nabila, cucu Nanang Soedarto yang nantinya sekalian akan dimasukkan namanya di Kartu Keluarga (KK), menjadi satu dengan Kartu Keluarga Nanang, kakeknya.

“Kami bersyukur dan berterima kasih sekali atas respon cepat dari pihak kelurahan dan Dinas Sosial Kota Surabaya yang sudah membantu apa yang menjadi kesulitan Pak Nanang dan Diva Nabila selama ini,” ujar Daniel.

Selanjutnya, relawan kemanusiaan ini berharap adanya penanganan medis terhadap penyakit yang di derita oleh Diva Nabila. Termasuk untuk pembuatan serta pengurusan kartu BPJS secara gratis.

Mengingat, selama 17 tahun lamanya, Diva Nabila hanya bisa tergolek lemah dan berbaring di ranjangnya akibat penyakit Cerebral Palsy yang diderita sejak Diva Nabila berusia 6 bulan.

Tak hanya itu, Daniel juga berharap agar keluarga miskin ini direlokasi ke rumah susun milik pemerintah, mengingat kondisi tempat tinggal kontrakannya saat ini di kawasan Jalan Ikan Gurami, Kelurahan Perak Barat, Kecamatan Krembangan, Surabaya memang tidak layak huni.

Selain kumuh dan pengap, juga tidak ada septitank. Bahkan, saluran air di kontrakannya sendiri sudah tidak dialiri lagi. Sehingga, Nanang harus menimba air dari tetangganya dengan menggunakan ember.

“Kami sendiri sebenarnya sudah siap untuk melakukan bedah rumah seperlunya, termasuk pembuatan septitank di kontrakan Pak Nanang. Tapi kalau memang keluarga ini bisa direlokasi ke rumah susun milik pemerintah, itu jauh lebih baik,” harap Daniel yang juga Humas “Perhimpunan Driver Online Indonesia” (PDOI) Jawa Timur.

Daniel juga bersyukur, ibu kandung Diva Nabila, Anita Noviandry (38) sudah menengok, bahkan berjanji akan ikut merawat putri pertamanya tersebut ke depannya.

17 Tahun Rawat Cucunya Dalam Keterbatasan Ekonomi

Kisah Nanang Soedarto (53) sempat viral dan jadi perbincangan publik.

Pasalnya, selama 17 tahun lamanya, Nanang harus merawat cucunya yang bernama Diva Nabila yang hanya bisa terbaring tak berdaya di ranjang yang lusuh akibat penyakit syarat yang dideritanya.

Menurut Nanang, cucunya tersebut sakit syaraf sejak Nabila berusia 6 bulan.

Berawal dari kejang berkelanjutan, disusul demam tinggi.

Sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soetomo, Surabaya, beberapa saat lamanya. Lalu diputuskan rawat jalan.

Pengobatan alternatif juga sempat dicoba. Namun karena keterbatasan biaya, akhirnya sejak 2005, pemilik nama Diva Nabila Lailiyah kelahiran 23 Maret 2003 ini tidak lagi mendapatkan penanganan.

Nabila sendiri, menurut cerita Nanang, sudah dititipkan ibunya sejak 2005, saat dia berusia 2 tahun.

Sedangkan ayahnya, sudah lebih dahulu pergi meninggalkan Nabila sejak masih berusia 3 bulan. Dan tidak ada kabarnya sampai sekarang.

“Jadi, saya bergantian mengurus Nabila bersama Supriyati (59 tahun), kakak saya yang juga Neneknya Nabila,” jelas Nanang, yang sempat bekerja sebagai security dan kuli bangunan ini. Namun sejak 2014 sampai sekarang, Nanang nganggur karena tidak memiliki pekerjaan.

Beruntung, Supriyati, kakaknya, dapat pekerjaan meski serabutan di kantin perusahaan di kawasan Surabaya Barat.

“Jadi, kalau makanannya tidak habis, bisa dibawa pulang dan kami makan di rumah,” ujar Nanang yang sudah lama menduda ini.