Komisi D DPRD Surabaya menagih janji Pemerintah Kota Surabaya (Pemkos). Bantuan hukum untuk perempuan dan anak belum masuk APBD 2022. Padahal program itu sudah terbentuk sejak dua tahun lalu.
“Peraturan Walikotanya belum terbit. Jadi tidak bisa dianggarkan,” ujar Anggota Komisi D DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto, kemarin (3/11). Perda Nomor 3 Tahun 2019 tentang Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin tidak bisa diimplementasikan tanpa perwali itu.
Ada banyak aturan yang harus diatur oleh Walikota. Herlina berharap Bagian Hukum Pemkos segera menuntaskan pembuatan draft perwali itu.
Biasanya, warga tak mampu bisa mendapat bantuan anggaran dari APBD Pemprov Jatim. Satu perkara bisa dapat bantuan hingga Rp 5 juta per kasus.
Anggaran itu diserahkan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang sudah bekerjasama dengan pemda. Herlina melihat Surabaya perlu menganggarkan bantuan serupa karena ada banyak masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tak punya uang untuk berperkara.
Idealnya angka yang dianggarkan Surabaya tidak lebih dari Jatim. “Sebenarnya bisa Rp 7 juta. Tapi, enggak masalah misalkan cuma dianggarkan Rp 5 juta dulu. Yang penting ada bantuan itu,” lanjut ibu tiga anak itu.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Surabaya Itu teringat kasus2 KDRT yang pernah terekspose, atau kasus ART yang mengalami kekerasan Mei lalu. Jika ada kasus serupa, orang-orang yang bernasib sama bisa mendapat pertolongan dari pemkos.
“Atau istri korban KDRT yang tidak bekerja. Mereka juga dapat perlindungan, ini juga menunjukkan komitmen Pemkos terkait masalah perlindungan perempuan dan anak lanjutnya.
Dia berharap anggaran bisa tetap dimasukkan ke APBD 2022. Jika terpaksa tidak bisa dianggarkan, maka ia akan menagihnya kembali pada Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) tahun depan. “Akan kami kawal terus agar ketika PAK bisa dianggarkan,” jelasnya. (*)