RAJAWARTA : Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya dari Fraksi PKS (FPKS) Reni Astuti menegaskan bahwa sesungguhnya sikap FPKS searah dengan komitmen dan semangat Walikota untuk hadir dalam kesulitan warganya. Hal ini diutarakan usai rapat Badan Anggaran, Rabu (6/10).
“Perhatian ditujukan dalam rangka memberikan kesejahteraan demi meningkatkan taraf hidup warga Kota Surabaya. Utamanya yang menyentuh di bidang pendidikan,” pungkas Reni.
Diketahui bahwa saat proses pembahasan APBD 2022, Reni Astuti mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) segera merumuskan skema bantuan pendidikan untuk warga Surabaya usia SMA/SMK.
“Hal ini lantaran kami (FPKS) masih banyak menemui laporan pengaduan dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang memiliki anak usia SMA/SMK yang tengah kesulitan membayar biaya SPP atau kebutuhan pendidikan lainnya, kasihan anak dan ortunya” lanjut Reni.
Praktis hal yang diutarakan Reni Astuti ini menjadi sikap FPKS yang sebelumnya juga telah disampaikan dalam rapat paripurna 29 September 2021 terkait APBD Perubahan (APBD-P) 2021.
“Jika tidak dibantu, kondisi ini berdampak ke psikologi, motivasi, dan semangat anak-anak saat menempuh pendidikan karenanya FPKS meminta agar siswa-siswi ini diberikan bantuan dari APBD Surabaya,” paparnya.
Bagi Reni, meskipun pendidikan setingkat SMA/SMK pengelolaannya menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi, namun keberadaan siswa-siswi SMA/SMK ini merupakan bagian tak terpisahkan dari warga Kota Surabaya.
“Sejak tahun 2017 di periode lalu kita sudah perjuangkan ini, Alhamdulillah pak Walikota akan merealisasikan di tahun 2022 dengan rencana besaran anggaran 47,7 M. Semoga ini akan berdampak pada meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) Kota Surabaya. Kami (FPKS) meminta Pemkot selalu hadir memenuhi kebutuhan dasar pendidikan anak-anak Surabaya, baik usia PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, bahkan perguruan tinggi,” imbuh Reni.
Pihaknya mendorong agar Pemkot segera mewujudkan bantuan tersebut agar pendidikan warga kota yang merupakan amanat UUD 1945, tidak terganggu meskipun mengalami kendala ekonomi.
Secara peraturan, sambung Reni, konsep penganggaran untuk anak usia SMA/SMK dibolehkan sebagaimana Pemkot yang saat ini membiayai anak Surabaya yang kuliah di perguruan tinggi.
“Pendidikan merupakan kebutuhan dasar dan juga upaya untuk mencegah angka putus sekolah. Kita (FPKS) harapkan anak-anak Surabaya itu minimal pendidikannya adalah SMA/SMK atau setidaknya bisa ke perguruan tinggi” tuntas Reni.