Fasilitas Diputus, Pajak Menunggak: Pengelola Bale Hinggil Ungkap Fakta Baru

SURABAYA –  Menanggapi polemik administrasi yang melibatkan sejumlah penghuni Apartemen Bale Hinggil (ABH), pihak pengelola memberikan klarifikasi dalam konferensi pers yang digelar di Resto Joss Gandos, Jalan Jemursari, Surabaya.

Direktur PT Tata Kelola Sarana, Emeraldo Muhammad Elsyaputera didampingi oleh Gumilang Raka Siwi selaku Direktur PT Tlatah Gema Anugrah, menjelaskan berbagai permasalahan yang menjadi sorotan.

Emeraldo mengatakan bahwa pemutusan fasilitas dasar terhadap pemilik unit bukanlah keputusan sepihak. Menurutnya, segala transaksi jual beli sudah diatur dalam perjanjian yang memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak.

“Jika ada kewajiban yang belum dipenuhi, maka haknya pun tidak bisa dipenuhi. Kami telah mengikuti prosedur operasional yang berlaku antara kedua belah pihak,” ujarnya.

Menanggapi isu tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga Rp6 miliar, Emeraldo menyebut tuduhan tersebut tidak sepenuhnya benar. Ia menjelaskan, dampak pandemi COVID-19 yang melemahkan sektor keuangan pengelolaan ABH serta penolakan sebagian penghuni terhadap kenaikan biaya layanan (service charge) menyebabkan tersendatnya arus kas. Namun, PT TGA tetap berkomitmen membayar PBB secara bertahap.

“Sejak 2020, kami mencicil pembayaran pajak beserta dendanya minimal Rp50 juta per bulan sebagai bentuk tanggung jawab kami sebagai wajib pajak. Oleh karena itu, tudingan bahwa PT TGA tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajak adalah tidak tepat,” tegas Emeraldo.

Emeraldo juga menjelaskan panjangnya proses penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Rumah Susun (SHMRS), yang berbeda dengan penerbitan sertifikat rumah tapak. Menurutnya, penerbitan SHMRS memerlukan Sertifikat Layak Fungsi (SLF) yang baru bisa diproses setelah pembangunan selesai. Proses tersebut melibatkan pengecekan gambar pertelaan hingga detil kondisi aktual bangunan.

“Dari proses SLF yang dimulai sejak 2019, kami telah mencapai tahap pertelaan. Namun, prosedur ini tidak bisa dilakukan secara parsial. Setelah proses ini selesai, barulah SHMRS dapat diterbitkan,” paparnya.

Emeraldo menegaskan bahwa pengembang tetap bertanggung jawab atas semua kewajiban yang ada. Namun, ia tidak memberikan timeline pasti terkait penerbitan SHMRS karena sifat dinamis dari proses administratif tersebut.

“Memberikan janji waktu yang pasti justru bisa menjadi boomerang bagi kami. Namun, kami berkomitmen untuk menyelesaikannya secepat mungkin,” pungkasnya.

Konferensi pers ini diharapkan dapat memberikan penjelasan atas berbagai isu yang berkembang, sekaligus menegaskan komitmen pengelola dalam menyelesaikan masalah yang ada.