Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya tengah berupaya melakukan ‘cleansing’ kader kesehatan. Hal ini diutarakan Kepala Dinkes (kadinkes) Nanik Sukristina dalam rapat bersama Komisi D DPRD Surabaya terkait polemik pemangkasan jumlah kader kesehatan, Selasa (1/3).
Sontak, langkah Dinkes ini pun menuai sikap kontra saat rapat dengar pendapat bersama para dewan. Para wakil rakyat itupun senada menyatakan peraturan itu dibuat secara tergesa-gesa dan membuat gaduh warga, terlebih kader kesehatan.
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Reni Astuti yang hadir pula pada hearing itu pun turut angkat suara. Ia menyayangkan sikap Dinkes terkait pemangkasan jumlah kader kesehatan yang dinilai kurang tepat dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Keresahan kader adalah keresahan kita semua, kalo kita sayang warga mestinya kita sayang kader. Kalau tidak mau kader bersuara (protes), jangan bikin peraturan yang meresahkan, itu mestinya dikoreksi” tegasnya.
Menyangkut kader yang tidak masuk SK Buser Surabaya Hebat lalu insentifnya diubah menjadi akomodasi transportasi, menurut Reni hal itu tidak sesuai dokumen RPJMD 2021-2026 yang memuat perihal kenaikan insentif kader.
Pimpinan dewan itu pun memperingatkan agar perangkat daerah jangan melarang kader untuk mengadukan keluh kesahnya pada wakil rakyat. “Biarkan, kasihan kader itu sudah susah, ojok diseneni (jangan dimarahi),” terangnya.
Politisi PKS ini juga menagih komitmen Dinkes perihal keterlambatan insentif kader kesehatan Januari-Februari yang akan dibayarkan 400 ribu pada pekan ini. “Segera sampaikan kepada kader kesehatan, di puskesmas simpang siur (informasi),” tuturnya.
Reni menyatakan bahwa hampir seluruh Pimpinan beserta Anggota Komisi D DPRD Surabaya meminta supaya peraturan yang menimbulkan keresahan warga tersebut agar ditinjau kembali.
Terakhir, legislator PKS itu pun mempersoalkan menyangkut sejumlah poin-poin wilayah kerja Buser Surabaya Hebat yang sama dengan kader kesehatan sehingga menimbulkan tumpang tindih. “Kalo bahasanya bu Khusnul ditinjau kembali, saya minta peraturan ini dibatalkan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi D DPRD Surabaya Khusnul Khotimah pun menyesalkan langkah ‘ujug-ujug’ Pemerintah Kota Surabaya dalam mengeluarkan peraturan terkait pengurangan kader kesehatan.
Selaras, Anggota Komisi D, Cahyo Siswo Utomo juga mengatakan agar Pemkot lebih baik dan lebih bijak terkait sosialisasi peraturan, lebih khusus pertimbangan dalam menentukan jumlah kader kesehatan.
Politisi PDIP Dyah Katarina pun melihat bahwa peraturan ini dibuat secara terburu-buru. Ia pun menyampaikan agar Pemkot mengkaji ulang kebijakan pemangkasan kader-kader kesehatan.
Menambahkan, Politisi Demokrat Herlina Harsono Njoto juga menyoal tujuan pengurangan para kader. Dirinya meminta agar Dinkes menelaah kembali bilamana alasannya adalah efisiensi.
Saat diminta keterangan lebih lanjut kadinkes pun bergeming. Kendatipun sebelumnya ia menjelaskan cleansing ini dalam rangka mengatasi tumpang tindih tugas para kader di lapangan serta memangkas jumlah kader yang begitu banyak.
Secara keseluruhan total kader di Kota Surabaya terdapat sebanyak 47 ribu. Akan tetapi, Pemkot berencana untuk memangkas jumlah kader kesehatan dan 28 ribu di antaranya akan digabung menjadi kesatuan buru sergap ‘Buser Surabaya Hebat’.