Catatan: Yousri Nur Raja Agam MH
GEMBAR-gembor pemanfaatan jembatan penghubung dari Surabaya ke Pulau Madura yang bernama Suramadu, masih tetap sebatas angan-angan. Mimpi menjadikan Pulau Madura sebagai kawasan industri dan penghasil barang olahan, juga masih “omong kosong”. Seolah-olah pembangunan jembatan Suramadu menjadi “mubazir”.
Tidak dimanfaatkan sesuai dengan doa dan cita-cita para pendahulu. Pembangunan jembatan yang dirintis Gubernur Jawa Timur HM Noer, di atas Selat Madura sepanjang 4,75 kilometer itu, belum bermanfaat maksimal.
Sejak Gubernur Imam Utomo, berlanjut ke Gubernur Soekarwo, jembatan Suramadu hanya bisa mengubah image, warga Madura kalau pulang ke kampung halamannya, tidak lagi disebut “toron” atau turun. Sebab, mereka tidak lagi harus turun ke kapal atau perahu yang ada di Selat Madura untuk menyeberang. Justru, kapal-kapal fery yang dulu berjasa menjadi transportasi penyeberangan, sekarang “menderita” – kekurangan penumpang.
Keinginan para petinggi negeri ini di pusat pemerintahan di Jakarta dan di Surabaya, untuk mengembangkan investasi di Pulau Garam itu, hingga kini tak terwujud. Entah di mana penyebabnya, semua saling salah-menyalahkan. Ada yang menuding, para pemuka agama di Madura “tidak rela”, tanahnya dikuasai pendatang. Ada lagi yang menuding, misalnya Bupati Bangkalan “waktu itu” Fuad Amin, tahun 2003-2008 dan 2008-2013, sebagai pengganjal masuknya investor ke wilayah paling barat Pulau Madura.
Bahkan, Fuad Amin yang digantikan oleh anaknya Makmun Ibnu Fuad alias Ra Momon (2013-2018), serta berlanjut kepada adiknya Abdul Latif Amin Imron alias Ra Latif, saat ini, fungsi jembatan Suramadu, baru sebatas jembatan penyeberangan “orang” dan perlengkapannya. Artinya, jembatan Suramadu, belum “menghasilkan” secara finansial. Apalagi menguntungkan secara bisnis. Belum ada investor yang membangun usaha skala besar dan industri raksasa yang diidam-idamkan.
Lahan gersang di musim kemarau dan kawasan banjir di musim hujan belum berubah. Daratan pulau Madura belum bisa “dijual” sebagai investasi masa depan.
Lembaga bentukan Pemerintah Pusat yang bernama BPWS (Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura) sejak 13 tahun yang silam “masih mandul” Walaupun, pejabatnya sudah berulangkali diganti dan dimutasi, tetap saja “mereka hanya menerima gaji buta” tanpa menghasilkan untuk kepentingan Negara.
Mungkin, mendapat informasi tentang “kemandulan BPWS” itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, tergerak hatinya untuk meneruskan bengkalai pendahulunya. Saat berada di gedung Negara Grahadi Surabaya, tempat Khofifah biasa menerima tamunya, ia mengatakan kepada wartawan, bahwa ia baru saja mengikuti Rakor (Rapat Kordinasi) yang dipimpin langsung Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan kemenPAN RB, kementerian PUPR, beserta perwakilan Sekretaris Kabinet (Seskab) RI di Kantor Kemenko Perekonomian, di Jakarta Pusat, Kamis (25/7/2019).
“Alhamdulillah sudah diputuskan calon kepala dan wakil kepala BPWS yang baru. Sekaligus yang masuk dalam struktur baru adalah seluruh bupati di Madura (Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep) ditambah Walikota Surabaya sebagai Dewan Penasihat BPWS,” ujar Gubernur Khofifah.
Gubernur perempuan pertama di Jatim ini menjelaskan, selain bupati se Madura dan Walikota Surabaya, tokoh masyarakat Madura juga diakomodir menjadi Dewan Penasihat. Masuknya para tokoh masyarakat Madura tersebut didasarkan atas usulan empat bupati di Madura. Dalam pengembangan struktur baru BPWS, terdapat penambahan satu deputi yaitu Deputi Investasi. Deputi tersebut melengkapi deputi sebelumnya seperti Deputi Perencanaan dan Deputi Pembangunan.
Deputi Investasi bisa menjawab peluang investasi yang cukup besar di Madura. Karena itu, dirinya berkeinginan untuk menambahkan perencanaan pembangunan wisata pada Selingkar Kepulauan Sumenep sebagai satu kesatuan dengan perluasan pariwisata baru di Jatim.
“Jika selama ini yang ada dalam perencanaan pembangunan wisata di Jatim antara lain Selingkar Wilis, Selingkar Ijen, dan Kawasan Bromo Tengger Semeru (BTS), kami ingin menambahkan Selingkar Kepulauan Sumenep. Karena ada Pulau Gili Iyang. Itu pulau yang oksigennya terbaik kedua di dunia, Pulau Gili Labak yang indah karang dan coralnya,” jelas orang nomor satu di Jatim ini.
Khofifah berharap, Deputi Investasi dalam struktur BPWS yang baru nanti bisa menarik banyak investor ke Madura. Apalagi Madura memiliki banyak keunggulan hortikultur dan peternakan seperti ternak sapi potong.
Tidak hanya itu, keinginan Khofifah, ia juga menambahkan, hal yang strategis dalam perencanaan Pemprov Jatim dan bersinergi dengan BPWS adalah Indonesia Islamic Science Park yang rencananya ada di kaki Suramadu sisi Madura. Dalam pengembangannya diharapkan ada 101 hektar yang bisa disiapkan.
Formatnya, 20 persen untuk edukasi, 30 persen untuk art, dan 50 persen untuk wisata. Melalui Indonesia Islamic Science Park itu, harapannya ingin menarik gravitasi keuangan syariah dunia ke Indonesia.
Nah, sekarang kita menunggu “mimpi” Khofifah akan menjadi kenyataan. Aroma syariah yang akan dikobarkan di Pulau Madura ini, apakah mampu menjadi daya tarik investor? Sejauhmana persiapan menjadi Madura menjadi destinasi wisata syariah melalui Indonesia Islamic Science Park. Semoga keinginan Ketua Muslimat Indonesia ini mampu “menjual Madura” dengan versi yang berbeda. InsyaAllah. (y)