RAJAWARTA : Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Anggaran 2020, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI mencatat terdapat permasalahan mengenai tidak andalnya data penyaluran Dana Desa Afirmasi. Alokasi Dana Desa Afirmasi pada 2018 mencapai jumlah sebesar Rp1,8 triliun.
Akibatnya, 698 desa dengan status tertinggal dan sangat tertinggal tidak memperoleh alokasi afirmasi karena memiliki Jumlah Penduduk Miskin (JPM) sebesar nol. Kemudian. 729 Dana Desa memiliki besaran JPM lebih besar daripada Jumlah Penduduk (JP). Serta, terdapat 4 daerah yang JP pada perhitungan Dana Desa lebih besar daripada JP pada perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU).
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua BAKN DPR RI Willgo Zainar mengungkapkan perlu ada satu sistem standardisasi yang sama antara Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam mengawasi Dana Desa. Menurutnya, ketiga lembaga tersebut memiliki indikator berbeda sehingga bisa saja menimbukkan perbedaan persepsi.
Disesi doorstop, selepas Forum Legislasi bertema “Sinergi Laporan DPR dan Telaah BPK soal Dana Desa dan LKPP 2014-2018?” di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2019). Turut hadir dalam diskusi ini, Ketua BAKN DPR RI Andreas Eddy Susetyo dan sejumlah Anggota BAKN DPR RI, diantaranya Sartono, Junaidi Auly, dan Achmad Hatari.
“Itulah kenapa kita dorong ada satu sistem yang standar pemeriksaan terkait dengan pengelolaan Dana Desa, agar tidak terjadi satu desa diperiksa oleh tiga lembaga Dana Desa. Akhirnya selain waste waktu, tenaga dan juga masing-masing itu punya indikator yang berbeda. Di satu lembaga mungkin tidak ada masalah, tapi ditempat lain ternyata ada temuan,” jelas Politisi Partai Gerindra itu.
Lebih lanjut, Willgo menilai bahwa masalah utama lainnya juga ada pada sumber daya manusia (SDM). “Kepala Desa ini kan latar belakangnya berbeda-beda dan hampir tidak ada berlatar belakang akuntan, makanya tenaga pendamping harus benar-benar qualified terkait tata kelola Dana Desa,” jelas Willgo.
Tidak hanya itu, legislator dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) ini juga menilai perlu adanya apresiasi untuk desa-desa yang berprestasi. “Kepala Desa yang memiliki prestasi sebaiknya diberikan apreasasi berupa insentif kepada desanya, supaya mendorong dia meningkatkan prestasi desanya, sekaligus menjadi motivasi bagi desa-desa lain,” tambahnya.
Pendidikan dan pelatihan juga perlu diberikan. Hal ini tidak hanya terkait dengan tata kelolanya, tetapi juga kesamaan visi dan misi dari masing-masing desa. “Harus ada standardisasi, agar Kepala Desa dan Kepala Desa sebelumnya nyambung. Untuk menghindari program prioritas kepala desanya tidak tercapai, karena masing-masing kepala desanya punya visi dan misinya sendiri,” pungkas Willgo. (hms/alw/sf)