RADJAWARTA : Pertandingan Persebaya vs Arema FC di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) Surabaya, namun pertandingan tersebut masih menyisakan masalah. Masalahnya adalah oknum petugas diduga melakukan intimidasi terhadap beberapa pencari stetmen untuk menghapus fil video hasil liputan. Intimidasi tersebut terjadi ketika polisi menghalau para bonek yang tidak memiliki tiket masuk ke stadion.
Fajar Salah satu wartawan yang menjadi korban intimidasi mengatakan, file video dan file foto yang diminta dihapus ada 51 file, dari 51 file itu ada dua video. “Saat saya merekam polisi menghalau supporter yang tidak memiliki tiket, tiba-tiba saya didekati oleh beberapa polisi,” ujarnya (9/4).
Dugaan intimidasi ini mengundang protes dari Praktisi hokum Unair I Wayan Titip Sulaksana. Wayan menjelaskan, wartawan itu dilindungi Undang-Undang dalam menjalankan tugas jurnalisnya.
Menurutnya, dalam UU telah diatur perlindungan hukum bagi wartawan yang sedang melaksanakan tugasnya dari segala bentuk tindakan kekerasan, ancaman, penculikan dan tindakan kekerasan fisik maupun psikis.
“Jadi pemaksaan untuk menghapus hasil liputan berupa rekaman video yang diperoleh secara sah merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap wartawan,” tegasnya.
Sementara M. Munir Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur mendesak pihak Polrestabes Surabaya untuk menindaklanjuti tindakan oknum polisi yang mengintimidasi wartawan yang sedang menjalan tugasnya.
“Pertama saya menyarankan wartawan yang jadi korban intimidasi segera melaporkannya, dan pihak Polrestabes Surabaya segera menindaklanjutinya,” pinta Munir.
Sebab, ungkap Munir, memaksa wartawan untuk menghapus hasil liputan merupakan tindakan menghalang-halangi wartawan menjalankan tugasnya. “Dan, menghalang-halangi wartawan yang sedang menjalan tugsanya merupakan pelanggaran hukum,” ujarnya. (jtmn/bdk/elsnt)