RAJAWARTA : Berdasarkan data yang dihimpun oleh LPA Jatim berkaitan dengan terjadinya tindak kekerasan terhadap anak di Jawa Timur, LPA membaginya menjadi dua data masukan, yang pertama yang melapor langsung dan yang kedua yang dihimpun dari media massa di jatim baik yang cetak maupun yang online.
Terjadi penurunan kekerasan terhadap anak secara keseluruhan di jatim, tahun 2018 yang melapor langsung berjumlah 131, tahun 2019 menjadi 90, terjadi penurunan sekitar 32 % dari tahun sebelumnya. Sedangkan yang dihimpun dari media massa, tahun 2018 ada sekitar 333 kejadian, sedangkan tahun 2019 ada sekitar 268, terjadi penurunan sekitar 20 %.
Dari tinjauan pelaku dan korban, pada tahun 2018 yang terkategori “ pelaku “ meski mereka juga adalah korban sebanyak 464 anak dan sebagai korban langsung sebanyak 432 anak. Di Tahun 2019 jumlah korban “pelaku” sebanyak 567 dan sebagai korban langsung 408.
Ditinjau dari jenis kekerasan ,tahun 2018 kekerasan seksual, yang melapor langsung ke LPA sebanyak 22 ( 2018 ), 11 ( 2019 ). Sedang dihimpun dari media massa terdapat sebanyak 121 kasus ditahun 2018, tahun 2019 terdapat 124 kasus.
Kasus anak yang menghadapi persoalan hukum ( Anak Berhadapan dengan Hukum ( ABH ) ), yang melapor langsung ke LPA Jatim sebanyak 5 kasus tahun 2018, dan 3 kasus di tahun 2019.
Kasus pendidikan yang melapor langsung tahun 2018 sebanyak 5 dan 3 di tahun 2019. Pada kasus penggunaan psikotrapika tahun 2018 ada laporan sekitar 40 anak penyalahgunaan zat psikotrapika, tahun 2019 ada 18 Adapun gambaran langsung tentang kekerasan anak di Jatim tahun 2018 dan 2019 tergambar sebagaimana tabel dibawah ini :
Terjadi peningkatan jumlah “pelaku” anak langsung dari tahun 2018 sebanyak 503, menjadi 567 di tahun 2019, ada peningkatan sekitar 14 %. Namun dalam jumlah korban terjadi penurunan sekitar 14 % dari 471 tahun 2018 menjadi 408 di tahun 2019.
Ditinjau dari Lokasi Kota atau kabupaten di Jawa Timur, dari 38 Kabupaten Kota yang ada 10 Kabupaten / kota yang terbanyak mengalami kasus kekerasan terhadap anak adalah :
Dari hasil catatan diatas dapat disimpulkan bahwa memang terjadi penurunan sekitar 14 % kasus kekerasan terhadap anak di jatim, tetapi yang perlu diperhatikan adalah rumah dan sekolah masih menjadi tempat yang tidak aman bagi anak, sehingga penguatan keluarga dan pengasuhan terhadap sangat diperlukan.
Program pemerintah yang mengadakan program konseling pranikah menjadi sebuah keniscayaan agar pengasuhan terhadap anak menjadi baik dan rumah menjadi tempat yang aman bagi tumbuh kembang anak.
Disamaping mendorong sekolah agar menjadi sekolaah yang ramah terhadap anak merupakan sebuah keharusan bagi pemerintah, sehingga sekolah bisa menjadi rumah kedua anak untuk tumbuh kembang dengan baik. Program penguatan guru dalam pembelajaran yang memahami keragaman dan kebutuhan anak perlu digalakkan oleh pemerintah melalui Dinas Pendidikan jatim maupun Kabupaten / kota.
Hal lain yang patut diperhatikan adalah lingkungan antara rumah dan sekolah, Pemeriintah diharapkan melalui aparaturnya , seperti kepolisian, Satpol PP ataupun Linmas, bisa ditemoatkan didaerah daerah yang sering menjadi lalu lintas anak, sehingga dapat mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak.
Disamping itu juga bisa diambil kesimpulan bahwa masih terjadi kekerasan terhadap sebanyak 1 kali setiap 1 hari ditahun 2019 ini. Selain itu juga tergambar Surabaya menjadi penyumbang terbanyak kejadian kekerasan terhadap anak di Jawa Timur sekitar 28 %.
Akhirnya yang menjadi catatan penting adalah kekerasan seksual masih menjadi ancaman di Jawa Timur ini serta rumah dan sekolah masih belum menjadi tempat yang aman bagi anak anak .
Catatan : Lembaga Perlindungan Anak ( LPA ) Jawa Timur, Dr. Sri Adiningsih ( Ketua ), M. Isa Ansori ( Sekretaris)