RAJAWARTA : Menyadari besarnya peranan pesantren dalam upaya mendukung peningkatan perekonomian masyarakat di Provinsi Jawa Timur berbasis perkebunan, Pemprov Jatim melalui Dinas Perkebunan Jawa Timur melakukan sejumlah program fasilitasi guna meningkatkan peranan dan kontribusi pesantren dalam menumbuhkan pesantrenpreneur.
Bertempat di Hotel Mercure Grand Mirama Surabaya, Jumat (6/12) malam Dinas Perkebunan Jatim memberikan sejumlah penghargaan kepada sepuluh pelaku usaha perkebunan berbasis pesantren. Penghargaan tersebut diberikan dalam kegiatan Seminar Pengembangan Usaha Perkebunan bertemakan “Penguatan Pesantrenpreneur Berbasis Perkebunan”.
Kepala Dinas Perkebunan Jatim, Karyadi mengatakan, peranan pesantren dalam usaha menumbuhkan perekenomian berbasis pertanian khususnya sektor perkebunan sangatlah besar. “Tidak sedikit kegiatan mereka sudah pada tahapan hulu hilir. Artinya produk yang dihasilkan sudah langsung siap konsumsi dimasyarakat,” katanya.
Ia menyontohkan, sejumlah pesantren kini juga banyak yang menjadi ekportir kopi, kakao atau coklat, dan juga ikut mengembangkan komoditas perkebunan lainnya, seperti banyak yang memiliki lahan perkebunan tebu, karet dan vanili. “Ini membuktikan bahwa perekonomian pesantren sudah mandiri dari awalnya dan peranannya sangatlah besar pada sektor perkebunan,” jelasnya.
Potensi pesantren sebagai salah satu pusat pengembangan ekonomi sangat besar. Jika semua pihak terkait bersedia membangun sinergi untuk memberikan penguatan akan sangat besar dampak ekonomisnya. Jika masing-masing pesantren bisa menghasilkan produk unggulan, maka ketahanan ekonomi warga Jatim akan sangat sehat dan kuat. Namun demikian, sangat dibutuhkan pendampingan secara konsisten pada pengembangan model bisnis yang tepat, penguatan efektivitas dan efisiensi proses bisnis, akses pendanaan dan akses kepada pasar.
Dengan kualitas produk yang baik dan kualitas layanan pelanggan dirapikan, maka sangat dimungkinkan produk-produk khas masing-masing daerah bisa didorong bukan saja ke pasar domestik di daerah lain bahkan berpotensi memasuki pasar ekspor, dan pemerintah perlu mengembangkan program pemberdayaan kewirausahaan pesantren melalui pendampingan dan pelatihan SDM-nya.
Menurutnya, produk-produk perkebunan yang dihasilkan petani Jatim saat ini sudah sangat beragam dipasaran internasional. “Jadi saya menghimbau bapak dan ibu kalau pulang Umroh dan Haji oleh-oleh berupa kopi dan coklat jangan beli di Makkah. Belilah di Jatim saja, karena kita yang punya kebunnya, sementara Saudi Arabia tidak punya kebun kopi dan coklat,” paparnya.
Ketua Pengurus Wilayah NU Jatim, KH Marzuki Mustamar dalam sambutannya mengatakan, Bangsa Indonesia perlu menjaga kemandirian sektor pangan, termasuk sektor perkebunan. Kemandirian ekonomi akan sangat menguatkan jati diri bangsa Indonesia agar dapat berdiri tegak bersama bangsa-bangsa yang lain di dunia. “Pesantren adalah salah satu kekuatan untuk mendorong kemandirian ekonomi Bangsa Indonesia, dan di Jatim ada lebih dari 6.500 pesantren dan memiliki santri hampir 1 juta orang itu bisa menunjang ekonomi,” pungkasnya.
Dalam kesempatan itu, Kiai Marzuki, sapaan akrabnya mengungkapkan alasan kenapa kader NU harus memiliki kemandirian, khususnya dalam bidang ekonomi. Menurutnya, kemandirian itu sangat penting bagi kader NU. Tak sedikit orang bisa sukses sebab sikap kemandirian yang dimiliki, bahkan hal ini juga menjadi kunci kesuksesan. “Jadi orang sukses itu karena mental dan tahan banting, bukan karena modal. Jangan malas berusaha. dan kemandirian itu penting. Siapa orang yang mandiri? mereka yang memiliki jati diri,” ucapnya.
Selain alasan tersebut, menurut pengasuh Pesantren Sabilurrosyad Gasek, Malang ini, kemandirian itu pula bisa meningkatkan kekuatan iman atau aqidah seseorang, sehingga tidak mudah berpaling’menjual’ aqidahnya. Dan ini menurutnya harus diwaspadai. “Kader-kader NU, aqidahnya kuat, lalu mentalnya kuat, mandiri, plus memiliki modal, dan punya pengalaman kerja. Meskipun diiming-imingi uang atau sejenisnya dengan syarat berpindah aqidah, pasti dia tidak akan berpindah,” ungkapnya.
“Dulu banyak orang NU yang berpindah aqidah biasanya itu karena tidak memiliki kemandirian di bidang pekerjaan dan ekonomi. Akhirnya karena hal itu, mereka banyak yang berpindah aqidah,” tambahnya.
Atas dasar itu, Kiai Marzuki mengajak para hadirin dengan sekuat tenaga agar mewujudkan kemandirian umat, sebab jika tidak, seseorang cenderung menjadi melarat dan faqir, juga imannya goyah. “Makanya, melarat, faqir, itu bisa menjadikan seseorang berubah aqidahnya. Oleh karena itu, mari berusaha sekuat tenaga untuk mandiri,” ajaknya kepada para hadirin.
Kemandirian yang bisa dicontoh misalnya di pesantren, banyak pesantren dan kiainya yang sudah memiliki kemandirian ekonomi, sehingga pesantren bisa berkembang tanpa bergantung ke siapapun. “Banyak kiai-kiai di pondok pesantren itu rata-rata mandiri dalam segala aspek. mereka punya banyak usaha yang menunjang pesantren,” tukasnya.
Tak hanya itu saja, Kiai Marzuki juga mengingatkan agar para kader NU tetap menjaga wirid, riyadlah, dan tirakat. Sebab itu akan menjadi modal bagi para santri ketika sudah boyong dari pesantrennya. “Kalian bisa menempa diri dengan tirakat, wiridan, riyadlah. setelah boyong dari pesantren, selain kalian mendapatkan keilmuan kitab kuning, rajian baca wirid juga didapat, kuatnya mental juga akan kalian dapat. Itu akan menjadi modal yang bagus bagi kalian,” ucapnya.
Apresiasi Program OPOP
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Kopi Jawa Timur, Muhammad Zaki mengatakan, pengapresiasi Program One Pesantren One Product (OPOP) yang difasilitasi oleh Pemprov Jatim. Dia mengatakan target dari Pemprov Jatim untuk menggeber program OPOP tahun ini sebanyak 150 OPOP tidaklah mudah. Bahkan, setiap tahun rencana kerja sampai 5 tahun bisa menjalankan program ini sampai 1.000 OPOP.
Diketahui, pada Agustus lalu, sudah ada 30 pesantren yang menjadi pilot project program OPOP ini. Puluhan pesantren yang ditunjuk tersebut merupakan pesantren yang sudah punya embrio produk, mulai dari produk fesyen, makanan, bahan olah raga, dan bidang digital. “Kami berharap program ini jangan hanya berhenti pada aspek menumbuhkan produk baru, namun yang lebih penting adalah pemasarannya. Karena membuat produk itu lebih mudah dibandingkan menjualnya,” terang pengusaha dan eksportir kopi dan juga pengasuh Pesantren Agrobisnis Mukmin Mandiri Sidoarjo.
Menurutnya, dibutuhkan banyak kolaborasi dari berbagai lini untuk bisa mendorong UKM, IKM dan juga koperasi di Jawa Timur. Tak terkecuali di kalangan pondok pesantren yang menjadi fokus sasaran program OPOP.
Lebih lanjut Muhammad Zaki mengapresiasi tiga pilar OPOP yang digagas Pemprov Jatim, Pertama, menyasar santripreneur untuk menciptakan wirausaha baru di kalangan siswa Aliyah, SMA, SMK, mahasiswa dan santri lainnya yang ada di lingkungan pesantren. Kedua, lanjut Khofifah, adalah pesantrenpreneur yang merupakan peningkatan kualitas dan pemasaran produk melalui penguatan koperasi pesantren. Kemudian yang ketiga, adalah sociopreneur yang tak lain upaya menumbuhkan wirausaha baru dari kalangan alumni pesantren yang melibatkan masyarakat sekitar pesantren
Di pesantren sebenarnya sudah mempunyai produk, khusus komoditas pertanian dan handicraft. Bahkan beberapa pesantren telah mengembangkan animasi, film, serta digital IT lainnya. Namun, para pesantren tersebut masih butuh pendampingan. “Yakni bagaimana quality control yang baik, quantity yang mencukupi dan continuity yang bisa terjaga. Sehingga ketika ada permintaan dalam jumlah besar mereka siap,” terangnya.
Seminar juga dihadiri narasumber lain seperti, Kepala Bank Indonesia Difi Ahmad Johansyah, Ketua Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) Jatim Misbahul Munir dan Ketua Komisi B DPRD Jatim Aliyadi Mustofa.
Sepuluh pelaku usaha perkebunan berbasis pesantren yang memperoleh penghargaan, meliputi Izza Nedella (Pengasuh Ponpes SMAI Sabilillah), Gus Abdul Munim Syadili (Pengasuh Pesantren Syadzili Pakis Malang), Ainul Yakin Al Hafidz (Ponpes Hamalatul Qur’an Jogoroto, Jombang), Nya Hj Ainur Rohmah (Pengasuh Pesantren Annuriyah, Wonocolo, Surabaya), Nyai Hj, Saidah (Pengasuh Pondok Putri Sabilur Rosyad, Malang), Hj Etty Sriwinarti (Ponpes Mukmin Mandiri, Sidoarjo), Arif Zamroni (Ketua Jaya Tani Kademangan, Blitar), Gus Misbakhul Khoiri Ali (Gapoktan Maju Mapan, Jember), Mulyono (Keltan Mulyojati, Mojokerto), dan Abdul Karim (Keltan Mulyo Rejo, Pasuruan).