RAJAWARTA : Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menerima kunjungan kerja dari Wakil Wali Kota Bitung Sumatera Utara, Maurits Mantiri beserta jajarannya di ruang kerja wali kota, Selasa (06/08/2019). Kunjungan kerja tersebut, dalam rangka mempelajari keberhasilan Kota Surabaya mengenai sistem pelayanan publik berbasis online, terutama bidang kependudukan dan kesehatan.
Dalam paparannya, Wali Kota Risma menyampaikan, setiap kota memiliki masalah yang berbeda-beda. Begitu juga dengan treatment atau cara menanganinya tidak sama. Sehingga apa yang diterapkan di Kota Surabaya, belum tentu sama dengan kota-kota lain. Apalagi, menyangkut kesehatan dan kependudukan dengan masalah yang berbeda.
“Kami sudah tidak lagi duduk di kantor pak, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) turun ke lokasi untuk pendataan ke berbagai lokasi. Di antaranya ke sekolah SMA sederajat, rumah sakit, Liponsos, lembaga pemasyarakatan dan juga panti jompo,” kata dia.
Ia menjelaskan, saat melakukan pendataan di lapangan, seringkali ditemukan warga yang sudah tidak tinggal di wilayah tersebut. Namun, di dalam database pemkot, masih tercantum alamat tinggal mereka di Surabaya. “Jadi hal-hal semacam itu tujuan dari turunnya kami ke lokasi. Pernah juga saat di rumah sakit mereka mengaku-ngaku penduduk Surabaya, setelah dicek ternyata bukan,” paparnya.
Pada kesempatan itu, Wali Kota Risma juga memberi masukan kepada jajaran Pemkot Bitung agar lebih fokus meningkatkan layanan kesehatan di puskesmas, serta menyiapkan rujukan di rumah sakit besar secara cepat bagi pasien yang membutuhkan. Sementara untuk layanan reaksi cepat seperti Command Center 112, Wali Kota Risma menilai masih relatif belum terlalu dibutuhkan warga di Kota Bitung.
“Mungkin yang paling penting itu kalau di sana ditingkatkan pelayanan puskesmas lalu menyiapkan rujukan di Manado bagi pasien yang membutuhkan, mungkin itu yang dibutuhkan masyarakat di sana,” pesannya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bitung Sumatera Utara, Maurits Mantiri menyampaikan, pesan yang dapat digarisbawahi dari Wali Kota Risma adalah mencari tahu secara lengkap apa yang menjadi sumber permasalahan yang dihadapi. Kota Surabaya memang punya kelebihan dari basis pelaksanaan program yang konsisten dibandingan daerah lain.
“Akhirnya kami tarik kesimpulan bahwa setiap program dan kegiatan itu tidak sekadar dalam hitung-hitungan, tapi juga perlu pendekatan sosiologi dalam rangka memaknai kenapa mereka butuh program ini dan berdampak pada mereka,” kata Maurits.
Menurutnya, setiap program yang dibuat Wali Kota Risma, sebelumnya dilakukan penggalian latar belakang dan filosofi dengan cermat. Sehingga program tersebut bisa berjalan efektif dan efisien. Hal ini seperti yang dialami Kota Bitung, setelah menyiapkan reaksi mobil cepat, ternyata kurang efektif jika dilihat dari pemanfaatannya.
“Ternyata setelah diskusi dengan ibu, kita tidak tepat menggunakan reaksi mobil cepat karena kota kita kecil. Kami mencoba memperbaiki kualitas pelayanan di puskesmas. Baru kemudian menekan angka penyakit malaria yang dilakukan secara terintegrasi melalui program kesehatan lingkungan,” jelasnya.
Ia menambahkan, dahulu pihaknya juga pernah belajar fiber optic (media transmisisi untuk mentransmisikan sinyal cahaya) di Kota Surabaya. Hasilnya, saat ini mereka tinggal memasuki tahap pemilihan untuk menyelesaikan back boundnya.
“Sekarang kita tinggal cari aplikasi-aplikasi yang tepat dan kemudian mencari landasan psikologis yang kuat untuk setiap penetapan program dan kegiatan,” pungkasnya (*)