SURABAYA – Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPn) menjadi 12 persen banyak mendapat kritik berbagai kalangan. Pasalnya, kenaikan PPn yang dijadwalkan berlanglsung Per 1 Januari 2025 tersebut, tidak didukung dengan kondisi perekonlmian masyarakat saat ini.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bahkan daya beli masyarakat terus menurun sejak setahun terakhir. Kenaikan PPn dinilai akan memperburuk kondisi ekonpmi warga dan dunia usaha.
Ketua Komisi B (Bidang Perekonomian) DPRD Surabaya, M Faridz Afif berharap pemerintah meninjau kembali rencana tersebut. Pasalnya, ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini kondisi riil di lapangan saat ini hampir semua harga barang terutama kebutuhan pokok mengalami kenaikan.
Di Surabaya, ujar Mantan Ketua PC GP Ansor Surabaya tersebut, masyarakat, pedagang, dan pengusaha semua mengeluhkan fluktuasi harga yang makin tidak terjangkau.
“Sik talah rek, mbok ambekan disik, mari digempur pandemi Covid (Sebentar dululah, mbok biar bernafas dulu, habis diterpa pandemi Covid),” ujar politisi muda dengan bahasa Suroboyoan.
Menurutnya, pemerintah masih memiliki waktu untuk tidak melaksanakan kebaikan PPn yang katanya sudah diundangkan di Komisi XI DPR RI. Sebab, kata dia, pembuatan undang-undang soal kenaikan PPn waktu itu tidak dalam kondisi ekonomi yang terjadi saat ini.
“Kan masih bisa direvisi, kasihan masyarakar kalau dipaksakan,” kata dia.
Gus Afif, sapaan akrabnya, optomistis pemerintahan Prabowo bisa melihat kondisi ini secara riil dan tidak akan memaksakan kebijakan yang memberartkan masyarakat.
“Semoga clear sebelum 1 Januari, jadi warga dan pelaku usaha bisa tenang menjalani hidup meski dengan PPn 11 persen pun tetap masih menjadi beban,” ujar dia.