Dugaan Mafia Tanah di Kabupaten Gresik, LBH Puncak Kerinci Law Firm gelar Jumpa Pers

Lembaga Bantuan Hukum Puncak Kerinci Law Farm saat gelar Konfersi Pers

RAJAWARTA.com, Surabaya – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Puncak Kerinci Law Firm menggelar jumpa pers di rumah makan yang berada di Jalan Bromo, Surabaya, Rabu,(17/07/24).

Jumpa pers ini digelar terkait maraknya kasus mafia tanah yang ada di Indonesia. Yang terbaru ini terjadi di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Ood Chrisworo, S.H., M.H., selaku advokad senior mengatakan mafia tanah itu memang ada dan nyata. Kalau ini terus dibiarkan berbahaya, kalau yang disasar orang yang tidak mempunyai kemampuan melawan bisa berbahaya.

“Ya, jadi begini para rekan-rekan media. Perlu kita sampaikan bahwa mafia tanah itu nyata. Ini untungnya klien kami berduit, sehingga bisa menyewa kami untuk mengembalikan hak-haknya,” katanya kepada wartawan, Rabu (17/07/2024) sore.

Ood sapaan akrab Ood Chrisworo memberikan pesan kepada para pejabat yang agar tidak terlibat mafia tanah. Ini bisa merugikan segala pihak.

Ood mencontohkan salah satu kasus yang terjadi baru-baru ini terjadi di wilayah Kabupaten Gresik. Ood mengatakan, kalau faktanya tidak bisa menunjukan batasan tanahnya, sehingga didorong seperti itu maka nantinya gugatan di pengadilan itu putusannya N.O. (Tidak dapat diterima/Niet Ontvankelijke Verklaard).

“Ini untungnya dalam kasus ini sudah bersertifikat, dan sertifikatnya diserahkan ke PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Namun kok bisa ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) itu berubah? Dasarnya apa? Disuruh merubah kembali ke posisi semula tidak mau. Ternyata ada permohonan-permohonan yang diduga palsu atau dipalsukan,” ungkapnya.

Ood mengatakan, padahal pemilik tanah tersebut masih di Cina dan dikatakan sebagai penunjuk batas tanah ketika dilakukan atas perubahan luas tanah.

“Masa’ tanah senilai dua ribu dua ratus sembilan puluh satu di pergudangan yang harga per-meternya *Rp3.500.000,- hingga 4 juta per-meter persegi* diserahkan begitu saja? Padahal menurut Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997), peralihan tanah harus dihadapan PPAT dan itu harus bayar pajak,” bebernya.

Ood menduga, bahwa yang mencaplok tanah milik kliennya memang sengaja berniat menghindari pajak, karena lebih baik bermain tanah dengan mafia tanah.

“Maka dapat diduga. Lebih baik bermain tanah dengan mafia tanah, bayarnya gak sampai 3 setengah kali dua ribu dua ratus sembilan puluh satu, cukup dengan 1 miliar atau 2 miliar selesai,” ucapnya.

“Silahkan gugat, nanti N.O. saja,” imbuhnya.

Ood juga mengatakan, kalau ada warga yang memiliki tanah dan dirampas oleh mafia tanah itu kasihan, karena kalau mengurusnya kembali harus memiliki modal. Ood pun mencontohkan dari pengalaman kasus yang telah ditanganinya, bahwa kalau pejabat di BPN Gresik itu memang punya hati dan bersedia melakukan peninjauan ulang itu bagus.