RAJAWARTA – Warga RW 8 Kebraon mengadu ke Komisi C DPRD Kota Surabaya untuk bisa menemukan solusi yang di alami. Beberapa mediasi sudah pernah dilakukan dari tingkat lurah maupun kecamatan tetapi masih menemukan jalan buntu.
Mislan, Warga RW 8 mengatakan, bahwa selama ini merasa perlakuan tidak adil oleh RW 6, RW 7, dan RW 8 Balas Klumprik terhadap pemanfaatan makam.
“Karena kita ketahui bersama, kita punya hak atas tanah makam fasilitas umum yang di berikan oleh pengembang PT Prima Citra Buana,” ucap Mislan saat ditemui wartawan seusai hearing di Gedung DPRD Kota Surabaya. Selasa,(30/1/24).
Lanjut menceritakan lahan seluas 1.912, 58 meter persegi (M2) di Kelurahan Balas Klumprik, Kecamatan Wiyung sudah tercatat dalam Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah (SIMBADA).
“Selama ini kita fine-fine saja, tetapi kerana kita di downgrade mental dengan alasan tidak mau menguruk pada tahun 2002. Seharusnya dalam hal uruk- menguruk itu sebenarnya tanggung jawab pihak pengembang.,” tegasnya.
Lebih jauh menjelaskan, warga RW 8 untuk bisa di makamkan di area tersebut ada syarat ketentuan dengab tarif yang berbeda.
“Warga kami harus membayar biaya dengan ketentuan dua kali NJOP tahun berjalan. Untuk kejadian 2002 kurang lebih sebesar Rp 600.000 per jenazah hingga sampai 2022 sebesar Rp 3.000.000 per jenazah,” ungkapnya.
Sementara Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Baktiono mengatakan, sebenarnya pengembang PT Prima Citra Buana sudah memenuhi hak dan kewajibannya. Haknya untuk mendapatkan perizinan, sedangkan kewajibannya sudah terpenuhi yakni menyerahkan dua persen dari luas perumahan yang dibangun untuk lahan makam di Kelurahan Balas Klumprik, Kecamatan Wiyung.
“Yang jadi persoalan selama ini, warga di sekitar atau di luar perumahan tersebut dilarang dimakamkan di Perumahan Pondok Maritim Indah oleh paguyuban dan ketua Sinoman RW 6, RW 7 dan RW 8 Balas Klumprik,” ucap politikus asal PDI Perjuangan.
Lanjut Baktiono, kejadian yang di alami oleh warga pada 5 Agustus 2023, warga di RW 8 Kebraon dilarang dimakamkan di sana. Ada aturan yang dibuat sendiri oleh sinoman, warga harus membayar dua persen dari NJOP.
“Tapi aturannya kemudian berubah. Berubah apa? Dilarang dimakamkan di situ. Intinya seperti itu. Karena itu, warga RW 8 Kebraon mengadu dan kita selesaikan duduk persoalannya dan aturannya seperti apa,” tandas Baktiono.
Maka, lanjut dia, kalau lahan fasum berupa makam dari pengembang itu sudah diserahkan ke Pemkot Surabaya dan peruntukannya untuk makam, berarti lahan itu adalah untuk tempat pemakaman umum (TPU), bukan tempat pemakaman kampung (TPK).
“Sehingga siapapun warga di sekitar berhak untuk dimakamkan di TPU Perumahan Pondok Maritim Indah.Tapi karena TPU itu belum ada koordinatornya, maka dapat dirangkap oleh koordinator (kepala makam) di sekitar situ.”tegas Baktiono.