RAJAWARTA : Banyak kalangan merasa kehilangan atas meninggalnya Wisnu Sakti Buana (WS), utamanya sejak terjang Almarhum di panggung politik. Rasa kehilangan itu, juga dirasakan AH Thoni politisi Partai Gerindra Kota Sorbejeh.
Ditemui rajawarta di ruang kerjanya, AH Thoni yang pernah separtai dengan Almarhum menceritakan panjang lebar tentang sepak terjang Alm WS, mulai dari dunia pergerakan hingga menjabat sebagai Wakil dan jadi walikota Kota Sorbejeh.
“Saya itu berintraksi dengan Mas Wisnu ketika sama-sama masih satu Partai, dan saya melihat Mas Wisnu itu sebagai sosok muda yang baik menurut saya. Dan saya kenal Mas Wisnu sejak menjadi Ketua PRRT (Perjuangan Rakyat Reformasi Total,” jelasnya (29/5/23).
Kemampuan Almarhum WS tersebut tuturnya, menggambarkan bahwa sosok WS memiliki kecerdasan dalam merespon isu-isu yang muncul kala dia memimpin PRRT. “Sempat saya bertanya-tanya, bagaimana Almarhum bisa menjadi Ketua PRRT. Akhirnya kita tahu, bahwa beliau lahir dari lingkungan keluarga politisi (Bapaknya Alm Soecipto). Seperti kita ketahui, Pak Cip Leadershipnya kuat, yang kemudian turun ke WS,” ujarnya.
Saat menjadi ketua PRRT, Thoni mengakui gaya kepemimpinannya sangat menonjol. Hal tersebut terlihat prinsip dan leadershipnya yang kuat. “Ketika menjadi ketua PRRT, nampak sekali menejerialnya. Itu terbukti dari kemampuannya menyatukan aktifivis berbagai berbagai usia, dan kalangan,” jelasnya.
Dijelaskan Thoni, Pak Cip merupakan sosok yang memiliki latar belajar sebagai akademisi, politisi, dan sebagai profesional. “Sehingga, Almarhum Mas Wisnu berada di lingkungan yang sehat, membentuk karakternya sebagai karakter kepemimpinan yang egaliter,” ungkapnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, ketika Alm WS menjadi Wakil Rakyat di DPRD Yos Suadarso Kota Sorbejeh, Thoni mengaku putus komunikasi. “Tapi saya kembali memperhatikan Beliau ketika menjabat sebagai Wakil Walikota Surabaya,” ujarnya.
Saat menjadi Wakil Walikota tutur Thoni, gaya kepemimpinan Alm WS menyuguhkan gaya kepemimpinan yang cukup berbeda jika dibandingkan dengan ketika memimpin PRRT.
“Saat memimpin PRRT menejemen kepemimpinanya sudah saya jelaskan. Tetapi ketika menjadi Wawali. Saya memiliki kesan almarhum memiliki etika birokrasi yang baik,” tukasnya.
Menurutnya, Dalam kasus tertentu kadang-kadang Wakil Walikota yang bersifat lebih agresif, kadang-kadang overaction. “Hal itu tidak nampak. Karena apa? Karena Alm mengerti bahwa posisi Wakil Walikota melenggkapi daripada Walikota. Dan wakil Walikota melaksanakan tugas bilamana walikotanya berhalangan, kan gitu,” ujarnta.
Bagi yang tidak paham atas tugas Wakil Walikota, maka ada yang menganggap WS tidak diberi peran oleh Walikotanya. “Tapi kalau saya bukan itu, tetapi kalau saya, almarhum memiliki etika berokrasi dan Pemerintahan yang baik,” ulasnya.
Namun ketika Alm WS diberi kepercayaan menjadi Plt hingga menjadi Walikota difinitif. Kemampuan menejerialnya sangat terhilat. “Ketika Bu Risma (Walikota) diangkat menjadi Mensos. Kepemimpinannya (WS) sangat kuat. Artinya tidak kalah dengan pendahulunya,” pungkasnya.