Senin kemarin (28 Nopember 2022) adalah hari pertama Nilna masuk sekolah di SDN Kedungdoro 4 Surabaya. Sinar kegembiraan terpancar dari wajah bocah berumur 9 tahun lebih itu. Maklum hampir tiga tahun Nilna menunggu bisa bersekolah di SD milik pemerintah tersebut.
“Senang bisa sekolah. Temannya banyak,” ungkap Nilna dengan muka berseri-seri. Saya menemui Nilna di tempat tinggalnya, kampung Ketandan Bong, dekat Jalan Tunjungan, sepulang dari sekolahnya.
Nilna hidup bersama kakek dan neneknya. Juga dua kakak perempuannya, Zahra (12 tahun) dan Nanda (17 tahun). Zahra kini duduk di bangku kelas 6 SD. Sedangkan Nanda tidak lulus SMP. Ibu mereka sudah menemui ajal. Sedangkan bapak mereka berada di Lapas Bojonegoro karena kasus narkoba.
Setelah tamat TK, pada Tahun Ajaran 2020, 2021, dan 2022, Nilna pernah didaftarkan ke SDN dekat tempat tinggalnya. Tapi tidak diterima, karena tidak tercatat sebagai penduduk Surabaya. Meski Nilna dan kedua saudaranya lahir di Surabaya, ternyata orang tua mereka belum mengurus surat pindah ke kota Pahlawan. Bapak ibunya masih ber-KK (kartu keluarga) Kabupaten Lumajang.
Rupanya persoalan adminduk ini menghalangi Nilna mendapatkan hak konstitusionalnya. Hak memperoleh pendidikan. Beruntung kemudian ada SD swasta yang mau menerima Nilna saat Tahun Ajaran baru 2022. Nilna sempat masuk sekolah selama seminggu. Namun ia kemudian keluar dari sekolah agama yang berbeda dengan agamanya itu. Entah kenapa.
Yang terang, setiap sore Nilna dikenal rajin mengaji di TPQ (Taman Pendidikan Quran) di kampungnya. “Nilna sudah sampai Alquran,” terang Iin Zainab, guru ngaji Nilna.
Saya mendengar kisah Nilna ketika menggelar acara reses di Balai RW Ketandaan belum lama ini. Saat itu, Nanda, kakak sulung Nilna, hadir. Dia bercerita dan minta tolong agar adiknya bisa bersekolah lagi.
Kemudian saya mengadakan pertemuan lanjutan bersama wakil ketua RW, ketua RT dan guru ngaji Nilna. Nilna dan kedua kakaknya juga hadir. Usai mengetahui lebih detil kehidupan keluarga fakir tersebut, saya sampaikan akan membantu mengurus surat pindah Nilna dan saudara dari Lumajang ke Surabaya. Mereka akan menggunakan alamat kakek neneknya di Ketandan Bong.
Saya bicara via telpon dengan ayah Nilna yang berada di lapas Bojonegoro. Saya minta izin untuk mengurus kepindahan ketiga putrinya. Demi masa depan Nilna dan Zahra, kakaknya. Dulu Zahra bisa masuk SDN di Surabaya karena aturan tidak seketat sekarang.
Zahra ingin masuk SMPN di dekat rumahnya setelah lulus SD. Cita-citanya hanya bisa terwujud jika berstatus penduduk Surabaya. Ayah Nilna langsung setuju dan mengizinkan saya mengurus kepindahan putri-putrinya. Tak lupa ia berterima kasih.
Saya pun langsung berkordinasi dengan Camat Genteng dan Lurah Genteng. Saya juga minta tolong kepada teman teman di Dispendukcapil Surabaya.
Alhamdulillah semua mendukung. Sehingga Nilna bisa mulai masuk sekolah di tengah di Tahun Ajaran. Tidak perlu menunggu Tahun Ajaran baru 2023. Kami semua senang. Tentu Nilna paling girang. Bocah bertubuh ceking dan kedua kakaknya itu sudah punya KK Surabaya. Juga akta lahir.
Persoalan belum selesai. Yakni terkait dengan rumah yang mereka tinggali. Sangat jauh disebut layak. Rumah berukuran 5 meter X 5 meter itu sudah reyot. Hampir ambruk.
Bisa dibayangkan 6 orang menghuni rumah sangat sempit sekali dan sumuk (RSSSS) itu. Tiga lansia berumur di atas 70 tahun, yaitu kakek nenek Nilna dan adik neneknya. Serta Nilna dan dua saudaranya.
“Kakek Nilna harus tidur di teras masjid di dekat sini setiap hari,” ujar Fathur, wakil ketua RW Ketandan. Menurutnya, rumah yang ditempati kakek nenek Nilna milik tetangga sebelah yang dipinjamkan gratis sejak bertahun tahun lalu.
Semoga Walikota Surabaya Pak Eri Cahyadi bisa membantu memperbaiki tempat tinggal mereka. Baik melalui program bedah rumah Rutilahu (rumah tidak layak huni) maupun lewat Baznas Surabaya. Atau yayasan sosial lainnya. Aamiin ..