Warsito Menilai Pemkot Surabaya Abaikan Potensi Pasar dan Pelabuhan

RAJAWARTA : Warsito Pengusaha Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya menyoroti kinerja Pemkot Surabaya yang kurang memperhatikan potensi Pasar di Surabaya.

Pria yang akrab disapa Cak War ini mengungkapkan, Kota Surabaya yang saat ini dipimpin Walikota perempuan, Tri Rismaharini or Risma seharusnya memanfaatkan potensi pasar di Surabaya untuk menambah pundi-pundi Pendapatan (PAD).

Namun sayang, berdasarkan pengamatannya, Pemkot Surabaya belum maksimal mengelola pasar yang jumlahnya mencapai puluhan.

“Kita punya Pelabuhan Tanjung Perak, Terminal Petikemas Surabaya (TPS), Berlian Jasa Terminal Indonesia (BJTI) dan Terminal Teluk Lamong (TTL). Mereka beroperasi di Surabaya, tetapi kita warga Surabaya baru merasakan manfaat hanya sebagian saja,” ujarnya di Surabaya, pagi ini.

Apalagi ungkapnya, kota Surabaya memiliki pesisir pantai yang bisa dimanfaatkan untuk lahan bisnis dan peningkatan ekonomi.

Untuk itu pria Asal Solo ino menyarankan Pemkot Surabaya untuk berkoordinasi dengan Pelindo III agar Corporate Social Responsilibilty (CSR) bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga Surabaya. “Wali kota, dengan semua kebijakannya bisa memanfaatkan pesisir pantai untuk membuka peluang usaha bagi masyarakat sekitar,” terangnya.

Cak War juga menyoroti Pasar tradisional yang mulai ditinggalkan oleh pelanggannya. Jumlahnya kalau tidak salah kurang lebih ada 70 pasar tradisional.  “Pasar merupakan ajang bisnis riil masyarakat. Di situ para pembeli dan penjual saling bertemu,” tambahnya.

Fakta impiris menyebutkan bahwa kondisi pasar trandisional atau Pasar milik Pemkot Surabaya yang dikelola BUMD mqkin jauh dari panggang jika dibandingkan dengan pasar modern yang dikelola swasta.

Ironisnya, tambah Cak War jajaran direksinya malah berurusan dengan penegak hukum. Apalagi centra PKL yqng dibangun Pemkot Surabaya. Keadaannya saat ini sering dikeluhkan oleh penghuni dan pengunjungnya.

“Coba kita lihat kondisi sentral PKL yang ada di Surabaya. Kalau hitung-hitungan bisnis, masih merugi sehingga berdampak kepada para pedagangnya,” pungkasnya.