Surabaya, Tepat satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, kritik dari elemen mahasiswa kembali mencuat. Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEMNus) Jawa Timur menyuarakan penolakan terhadap apa yang mereka sebut sebagai bentuk militerisasi ruang sipil dan praktik penggusuran warga atas nama keamanan nasional.
Dalam konferensi pers yang digelar di Surabaya, Koordinator Daerah BEMNus Jatim, Helvin Rosianda, menyoroti kecenderungan meningkatnya keterlibatan militer dalam urusan sipil selama setahun terakhir. Ia menilai, praktik tersebut tidak hanya mengancam hak-hak warga, tetapi juga mempersempit ruang demokrasi di Indonesia.
Salah satu kasus yang menjadi perhatian BEMNus Jatim adalah rencana pembangunan Markas Batalyon Teritorial Pembangunan (Batalyon TP) di atas lahan seluas 50 hektar di Kaligentong, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Menurut Helvin, rencana tersebut dinilai tidak transparan dan mengabaikan suara masyarakat setempat.
“Warga yang telah tinggal turun-temurun di wilayah itu menghadapi ancaman kehilangan tanah dan mata pencaharian mereka. Kompensasi yang dijanjikan tidak sebanding dan proses ganti rugi belum menunjukkan kejelasan,” ujar Helvin dalam pernyataannya.
BEMNus Jatim menyebut bahwa proyek pembangunan markas militer tersebut dilakukan tanpa konsultasi publik yang layak, dan masyarakat setempat mengalami ketidakpastian atas masa depan mereka.
Dalam pernyataan sikapnya, BEMNus Jatim menyampaikan empat poin tuntutan:
-
Menolak pembebasan lahan 50 hektar di Kaligentong untuk pembangunan Markas Batalyon TP.
-
Mendesak Kementerian ATR/BPN agar bertindak selektif dan adil dalam proses pembebasan lahan, terutama yang berdampak pada masyarakat kecil.
-
Menuntut penarikan militer dari ruang-ruang sipil serta menegakkan prinsip supremasi sipil dalam tata kelola negara.
-
Mengecam penggunaan buzzer oleh institusi militer dalam menggiring opini publik yang dinilai memperkeruh suasana dan menekan kritik.
Menurut Helvin, satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran seharusnya dijadikan momentum untuk mengevaluasi arah kebijakan nasional, terutama yang bersinggungan langsung dengan kehidupan rakyat.
“Kami tidak akan diam melihat hak-hak rakyat dirampas atas nama keamanan. Demokrasi yang sejati adalah demokrasi yang berpihak pada rakyat, bukan yang mengintimidasi mereka,” tegasnya.
BEMNus Jatim juga menyerukan solidaritas kepada seluruh elemen masyarakat sipil—mulai dari mahasiswa, buruh, petani, hingga organisasi masyarakat—untuk bersatu menyuarakan penolakan terhadap militerisasi ruang sipil dan berbagai kebijakan yang dinilai menindas rakyat.
“Hentikan militerisasi. Kembalikan tanah kepada rakyat. Hormati demokrasi yang telah diperjuangkan sejak Reformasi,” pungkas Helvin.













