Pro-kontra Penertiban Parkir: Walikota Surabaya Jangan Main Tekan

RAJAWARTA: Kebijakan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi yang menertibkan praktik parkir liar di area minimarket memicu perdebatan di tengah masyarakat dan pelaku usaha. Di satu sisi, langkah ini dinilai sebagai upaya menegakkan ketertiban. Namun di sisi lain, kebijakan tersebut dianggap menambah beban biaya bagi pengusaha.

Sejumlah pelaku usaha menyatakan keberatan, mengingat mereka sudah membayar pajak parkir kepada pemerintah. Kini, mereka juga diminta menyediakan dan mempekerjakan juru parkir (jukir) resmi. Selain itu, pelarangan penggunaan lahan parkir minimarket sebagai tempat usaha pelaku UMKM turut menambah polemik di lapangan.

Anggota DPRD Kota Surabaya, Imam Syafi’i, menilai kebijakan penertiban tersebut memiliki niat baik, namun perlu pendekatan yang lebih adil. Ia menyebut penyegelan sejumlah minimarket oleh Pemkot karena tidak menyediakan jukir resmi sebagai langkah yang berpotensi merugikan pengusaha.

“Pengusaha yang sudah membayar pajak parkir, kok malah dibebani lagi dengan biaya tambahan untuk jukir resmi. Ini tidak adil. Pemerintah seharusnya hadir memberi solusi, bukan menambah tekanan,” ujar Imam saat dikonfirmasi, Rabu (11/6/2025).

Sebagai jalan tengah, Imam mengusulkan agar area parkir minimarket bisa dimanfaatkan secara gratis oleh pelaku UMKM lokal, khususnya warga miskin di sekitar lokasi. Menurutnya, solusi ini dapat menjaga ketertiban, memberdayakan ekonomi warga, serta menghindarkan konsumen dari pungutan liar.

“Dengan begitu, semua diuntungkan. Pengusaha tidak terbebani biaya tambahan, warga miskin mendapatkan akses usaha, dan konsumen merasa aman serta nyaman,” kata legislator dari Fraksi NasDem tersebut.

Namun demikian, Imam menekankan bahwa pelaku UMKM yang diberdayakan harus ikut bertanggung jawab menjaga keamanan dan ketertiban di area parkir. Skema ini dinilainya sebagai pendekatan sosial-ekonomi yang berpihak kepada masyarakat kecil, sekaligus tidak memberatkan dunia usaha.

Tak hanya menyoroti soal parkir, Imam juga mengkritisi pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) No 1 Tahun 2023 tentang Perindustrian dan Perdagangan. Ia menilai Pemkot belum konsisten dalam menegakkan aturan zonasi toko modern yang seharusnya tidak berdekatan dengan pasar tradisional.

“Kalau memang mau berpihak kepada masyarakat kecil, Perda soal zonasi toko modern harus ditegakkan. Banyak toko modern berdiri terlalu dekat dengan pasar rakyat, ini melanggar aturan,” tegasnya.

Selain itu, Imam menyoroti praktik rekrutmen karyawan di toko-toko modern. Ia menyayangkan masih banyak gerai yang mempekerjakan tenaga kerja dari luar daerah, padahal regulasi mengamanatkan agar perekrutan diutamakan bagi warga ber-KTP Surabaya.

“Banyak pegawai bukan warga Surabaya. Ini harus dievaluasi. Kita ingin warga lokal mendapat prioritas kerja, sesuai dengan semangat Perda dan Perwali,” tandasnya.

Imam menegaskan, penertiban yang dilakukan pemerintah kota harus menyeluruh dan adil, tidak hanya menarget satu aspek saja.

“Kalau mau menertibkan, ya semua harus ditertibkan. Jangan setengah-setengah kalau tujuannya benar-benar membela warga Surabaya,” pungkasnya.