RAJAWARTA : Rencana pindahnya Arief Fathoni dari Komisi A ke Komisi D sedikit mulai terurai. Berdasarkan informasi yang diterima rajawarta dari berbagai sumber, pemantik rencana pindahnya Arief Fathoni ke Komisi D adalah terjadinya ketegangan antara Akmarawita Kadir Sekretaris Komisi D dengan oknum di Komisi Bidang Pendidikan dan Sosial.
Kabar tersebut dibenarkan oleh salah satu Staff Arief Fathoni saat berbincang dengan rajawarta. “Dalam sebuah forum, Saya dengar Pak Dokter (Akmarawita Kadir) ‘dibentak’ oleh oknum di Komisi D. Makanya sejak kejadian itu Pak Dokter malas masuk kantor,” ujar sumber berperawakan lencir itu.
Sementara Dr Akmarawita Kadir saat dikonfirmasi rajawarta enggan untuk menjelaskan peristiwa yang bisa mengganggu hubungan baik antara Akmarawita dengan Oknum di Komisi D, bahkan jika dibiarkan bisa meretakkan hubungan baik lintas Partai.
Menjawab isu gesekan atau ketegangan antara dirinya dengan oknum di Komisi D, Akma tidak membenar tapi juga tidak membantahnya. Secara diplomasi, Adik Kandung Adis Kadir ini mengganggap wajar jika terjadi gesekan atau ketegangan sesama politisi.
“Mengenai isu adanya gesekan atau hal lain, itu kan isu, misalnya ada, itu dalam dinamika politik saya rasa wajar-wajar saja,” ujarnya.
Yang jelas ungkap Akma, setiap persoalan yang terjadi harus bisa diselesaikan dengan cara dewasa. Jika tidak, maka tugas kedewanan akan terganggu.
“Dan bisa kita selesaikan secara dewasa, intinya tugas-tugas kedewanan untuk warga kota ini harus dikedepankan dan apabila ada permasalahan harus segera dicarikan solusi yang terbaik, untuk seluruh warga kota surabaya. Serta mengedepankan fungsi kedewanan,” tukasnya.
Namun, Sekretaris DPD Partai Golkar Kota Surabaya itu mengingatkan kepada semua pihak, bahwa semua anggota dewan punya hak yang sama dalam berpendapat. Artinya fungsi pimpinan hanya sebatas koordinasi. Sedangkan tugas pokoknya sejajar.
“Kebetulan saya di komisi D ini sekretaris komisi, dimana pimpinan itu fungsinya sebatas koordinatif saja, sedangkan fungsi pokoknya sama dan sejajar dengan teman-teman anggota dewan yang lainnya,” pungkas Akma bernada tinggi dan tegas.
Di bagian lain, ketegangan di Komisi D yang dipimpin Khusnul Khotimah asal PDIP itu direspon oleh Pakar Politik asal Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdus Salam.
Surokim yang juga Peneliti Senior Surabaya Survey Center (SSC) menyentil anggota dewan yang mulai lupa atas tugas dan fungsinya sebagai anggota dewan. Sebab jika tidak disentil, maka tugas-tugas kedewanan tidak akan berjalan dengan baik.
“Menurut saya, anggota dewan itu harus ingat dan sadar posisi. Sadar posisi itu penting bahwa mereka itu wakil dari konstituennya masing-masing. Adanya perbedaan pendapat wajar wong konstituennya beda-beda,” ulas Surokim.
Jadi tuturnya, setiap anggota dewan harus dan wajib menerima perbedaan diantara sesama anggota dewan. “Ya harus menerima perbedaan. Dan itu sunnatulloh. Dimana-mana seperti itu,” katanya.
Jika ada anggota dewan tidak mau menerima perbedaan maka, dia telah ‘membangkang’ terhadap tradisi yang terjadi di lembaga Dewan. “Tidak boleh mentradisikan seperti itu (tidak menerima perbedaan). Anggota dewan itu harus elegan,” ujarnya bernada tegas.
Makanya, Surokim kembali mengingatkan kepada anggota dewan agar tidak membatasi kebebasan berpendapat. “Memang ada ya. Keputusan Komisi, Keputusan fraksi yang bisa disikapi sebagai kepentingan satu komando. Tapi anggota dewan punya hak menyampaikan pendapatnya. Dan itu tidak boleh dibatasi dalam kontek pengambilan keputusan,” ulasnya.
Peristiwa di Komisi D ini tutur Surokim jangan dianggap persoalan biasa-biasa saja. Sebab ketegangan atau gesekan yang terjadi di Komisi D melibatkan dua partai berbeda. Bahkan, Surokim mengungkapkan, jika persoalan di Komisi D dibiarkan berlarut-larut maka akan mengganggu hubungan baik Partai Golkar dengan PDIP.
“Ya kemungkinan itu (mengganggu hubungan PDIP-Golkar) terbuka kalau kemudian tidak dibarengi dengan komunikasi. Menurut saya keduanya harus didamaikan, kalau tidak ingin membawa akses yang lebih jauh. Saya kira harus ada langkah dari kedua partai untuk mendamaikan,” pungkasnya.
Sementara, Khusnul Khotimah Ketua Komisi D enggan berkomentar atas polemik yang terjadi dikomisinya. Padahal sebelumnya mau menjawab pernyataan rajawarta. Entah kenapa, tiba-tiba politisi PDIP itu keberatan dan menarik pernyataannya.