RAJAWARTA: Imbauan Pemerintah Kota Surabaya agar masyarakat turut melaporkan dan menolak membayar jasa juru parkir liar (jukir liar) mendapat sorotan tajam dari DPRD Kota Surabaya. Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, memperingatkan bahwa pendekatan ini berpotensi memicu konflik horizontal jika tidak dibarengi dengan sistem pendukung yang kuat dan perlindungan nyata bagi masyarakat.
“Keterlibatan warga itu penting, tapi jangan sampai mereka dibiarkan menghadapi risiko sendiri di lapangan. Tanpa sistem yang responsif dan mekanisme penanganan yang jelas, warga bisa menjadi korban intimidasi atau bahkan kekerasan,” ujar politisi yang akrab disapa Cak YeBe, Selasa (17/6/2025).
Cak YeBe menyebut bahwa masih banyak jukir liar yang beroperasi di wilayah “abu-abu” hukum, dengan pendekatan intimidatif dan kerap terafiliasi dengan jaringan tertentu. Kondisi ini dinilai berbahaya jika warga diminta berhadapan langsung tanpa dukungan nyata dari aparat.
Ia menekankan bahwa pelaporan jukir liar melalui Command Center 112 maupun aplikasi Wargaku harus menjamin respons cepat, bukan dalam hitungan jam atau bahkan hari.
“Kalau responnya lambat, niat baik warga malah bisa menjadi bumerang bagi keselamatan mereka,” tambah Wakil Ketua DPC Gerindra Surabaya ini.
Lebih lanjut, Cak YeBe mendesak agar Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) berperan lebih aktif dan konkret dalam penegakan peraturan daerah, khususnya terkait parkir liar. Menurutnya, tanggung jawab penertiban tak bisa dibebankan sepenuhnya kepada warga.
“Kami mendesak Satpol PP menjadi ujung tombak, bukan hanya simbolik. Penegakan hukum di lapangan butuh kehadiran nyata dari petugas,” ujarnya.
Komisi A DPRD pun berencana menggelar rapat kerja dengan Satpol PP untuk mengevaluasi efektivitas pengawasan. Ia menegaskan bahwa penertiban jukir liar harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan, bukan hanya saat kasusnya viral di media sosial.
“Harus ada strategi jangka panjang. Ini bukan masalah insidental, tapi persoalan tata kota yang menyentuh kehidupan sehari-hari warga,” tegasnya.
Tak hanya aparat, Cak YeBe juga menyoroti pentingnya peran lurah, camat, hingga RT/RW dalam pengawasan sosial dan edukasi publik soal aturan parkir. Ia menyebutkan, pemahaman soal zona parkir dan larangan pungutan liar harus disosialisasikan secara sistematis di tingkat bawah.
“Jika semua dibebankan pada dinas teknis, itu tidak adil. Pemerintah kota harus mendorong struktur kewilayahan ikut ambil bagian aktif,” katanya.
Dengan demikian, menurutnya, penanganan parkir liar akan lebih berkeadilan dan tidak menimbulkan gesekan antarwarga. “Tanpa infrastruktur pendukung, imbauan pemerintah hanya jadi wacana yang berisiko memecah belah masyarakat,” tutupnya.