Kisah Pilu Gang Dolly : 5 Anak Panti Asuhan Tidak Memiliki Dokumen Kependudukan

Lokalisasi pelacuran Dolly sudah resmi tidak beroperasi lagi sejak 18 Juni 2014. Pujian dan sanjungan mengiringi penutupan tempat maksiat legendaris tersebut. Tepuk tangan terdengar riuh.

Namun, di balik itu, menyisakan banyak cerita sedih. Di antaranya, yang paling gres seperti saya temui hari ini. Lima anak panti asuhan di dekat Dolly tidak mempunyai selembar pun dokumen administrasi kependudukan (adminduk).

“Mereka adalah anak-anak dari ibu yang dulu bekerja sebagai pelacur di Dolly,” kata Fadila, pengurus panti asuhan. Rumah yatim piatu ini berada di Jalan Dukuh Kupang. Tidak jauh dari Dolly.

“Kami tidak tau keberadaan ibu mereka. Apalagi siapa bapak mereka,” sambung wanita berhijab tersebut. Ada 40 anak tinggal di panti asuhan. Enam di antaranya tidak punya surat kependudukan. “Yang lima dari Dolly,” ungkapnya.

Saya datang ke panti asuhan untuk membantu anak-anak malang itu. Mereka tidak punya NIK (nomor induk kependudukan), akta kelahiran, dan KK (kartu keluarga). Padahal dokumen-dokumen ini amat penting. Di antaranya untuk daftar sekolah dan mendapat pelayanan kesehatan gratis.

Saat ini mereka belum terkendala masalah pendidikan. Mereka bersekolah di TK dan SD milik yayasan panti asuhan di Wonorejo, Tegalsari. “Entah bagaimana nanti kalau mereka masuk SMP,” ujarnya. Mereka ke sekolah naik mobil pikap dengan bak belakang terbuka setiap pagi.

Fadila mengaku sudah pernah mencoba mengurus surat kependudukan anak asuhnya. Tapi tidak juga selesai. “Awalnya disuruh ke kelurahan. Lalu diminta ke dinsos. Kemudian disuruh ke polres. Sampai di BAP,” ceritanya. Setelah itu tidak ada kabarnya sampai sekarang.

Ketika saya datang sore hari, anak-anak panti asuhan sedang mengaji. Mereka yang kebanyakan berusia sekolah dasar terlihat gembira membaca dan menghafal surat-surat pendek Alquran.

Salah satu dari mereka adalah anak mantan pelacur yang terinfeksi HIV. Syukurnya bocah laki-laki itu tidak tertular virus mematikan tersebut.

“Ketika kali pertama dibawa ke sini, ada surat pengantar dari dokter. Menyatakan anak tersebut bersih dari HIV,” paparnya.

Sebelum pamit, saya salat magrib berjamaah bersama anak-anak panti asuhan. Kami berdoa semoga Pemkot Surabaya tidak hanya mengurusi panggung utama “Gang Dolly” dengan menggelontorkan anggaran yang besar. Tapi juga memperhatikan nasib dan masa depan mereka di panggung belakang drama penutupan Dolly. Seperti anak-anak panti asuhan tersebut. (*)