UMUM  

Ketinggian Jembatan (Viaduk) di Surabaya Tidak Sesuai dengan Peraturan Kemenhub

RAJAWARTA : Sejumlah jembatan di Kota Pahlawan mendapat perhatian dari Ir Mudji Irmawan, MS. Pakar Konstuksi dan Jembatan ITS. Perhatiannya mengarah pada standarisasi konstruksi jembatan.

Sebab berdasarkan Peraturan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), salah satu perasyaratan yang harus dipenuhi dalam konstruksi jembatan terletak pada standar ketinggiannya minimal 6,7 Meter.

Jadi jika mengacu pada Peraturan Kementerian, maka sudah sewajarnya sejumlah Jembatan di Surabaya harus menyesuaikan dengan Peraturan Kementerian Perhubungan.

“Ruang bebas untuk jembatan yang melintas di Jalan Raya ketinggiannya 6,7 Meter. Ketinggian itu, berdasarkan Peraturan Kementerian Perhubungan,” jelasnya, saat ditemui media ini di ruang kerjanya (3/3/23), pagi.

Di Surabaya tuturnya, masih ada sejumlah jembatan yang sudah tidak sesuai dengan Peraturan Kementerian Perhubungan. Contohnya Jembatan (terowongan Kereta Api) viaduk di Jalan Kerjajaya menuju Jalan Sulawesi.

Jembatan itu jelasnya, tidak bisa dilalui oleh kendaraan dengan ukuran besar. Misalnya, trailler, Truck ukuran besar, tronton, bahkan Mobil Pemadam Kebakaran.

“Karena itu dibangun pada jaman Belanda saat itu tidak ada trailer, yang ada mobil-mobil ukuran kecil. Saat itu, jembatan dibangun sesuai dengan mobil yang ada pada saat itu, tapi sekarang untuk mobil besar sudah tidak bisa lewat,” jelasnya.

Dengan begitu tuturnya, ketika Pemkos berkeinginan membangun jembatan, maka ruang amannya tidak boleh berdasarkan jembatan seperti di viaduk.

“Artinya perencanaannya tidak boleh serendah itu (seukuran jembatan di viaduk), harus lebih tinggi dari yang ada sekarang. Kalau yang lewat kontainer maka tingginya 6,7 meter. Itu ruang bebasnya,” tukasnya.

Perlukah Jembatan Viaduk disesuaikan dengan Peraturan Kementerian? Pria komunikatif itu menjelaskan, jembatan viaduk dan jembatan yang lain di Gubeng mengandung nilai sejarah. Dimana saat ini jembatan itu dicagarbudayakan.

“Jadi kalau kita lihat sejarahnya, tidak hanya Gubeng Terowongan saja, di stasiun Gubeng itu kan ada jembatan yang lama dan sebagainya. Itu mengandung bangunan cagar budaya. Alternatifnya tidak terowongan tapi dinaikkan. Kalau bisa dibangunkan fly over, diatasnya rel kereta api,” ulasnya.

Mudji lalu menjelaskan, terkait dengan jembatan ada dua istilah yang harus dipahami. Pertama, jembatan yang melintasi Sungai, dan berikutnya jembatan yang melintas di Jalan Raya.

“Kalau melintas di Sungai tingginya dia (Jembatan) harus lebih tinggi 1 meter dari muka banjir. Tapi kalau jembatan itu melintas di Jalan Raya tinggi bebasnya 6,7 meter. Tapi kalau fly over untuk ruang bebasnya rata-rata sekarang 12 meter,” jelasnya.