RAJAWARTA: Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko atau yang akrab disapa Cak YeBe, menekankan perlunya proses seleksi yang ketat dan terbuka dalam pembentukan Koperasi Kelurahan Merah Putih (Kopkel MP). Ia mengingatkan bahwa program ini menyangkut dana besar dan harus dikelola dengan penuh tanggung jawab.
Dalam keterangannya di Gedung DPRD Surabaya, Senin (26/5/2025), Cak YeBe meminta agar setiap tahapan, mulai dari sosialisasi hingga seleksi calon pengurus, dilakukan dengan cermat dan tidak tergesa-gesa. Ia menilai proses seperti bimbingan teknis dan evaluasi sangat penting untuk memastikan hanya individu berkompetensi yang dapat terlibat.
“Seleksi ini akan menjadi filter agar hanya orang-orang yang benar-benar qualified yang masuk,” ujarnya.
Kopkel Merah Putih merupakan bagian dari program nasional berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025. Di Surabaya, proses pembentukan saat ini memasuki fase awal sosialisasi dan penjaringan pengurus. Namun, DPRD memberikan perhatian khusus agar pelaksanaannya tidak melenceng dari tujuan awal.
Menurut Yona, setiap koperasi akan memperoleh dana sebesar Rp3 miliar yang bukan berasal dari APBN, melainkan skema pinjaman dari bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dengan jangka waktu pelunasan enam tahun.
“Pengelolaan dana pinjaman ini harus benar-benar profesional. Ini bukan hibah, sehingga pertanggungjawabannya harus jelas,” tegas politisi Partai Gerindra tersebut.
Ia mengungkapkan, dengan total 153 kelurahan di Surabaya, diperkirakan akan terbentuk 153 koperasi. Jika masing-masing koperasi melibatkan 25 pengurus, maka akan ada sekitar 3.825 orang yang terlibat langsung dalam program ini. Karena itu, rekrutmen harus dilakukan secara terbuka, melibatkan elemen masyarakat seperti RT, RW, dan tokoh kelurahan.
Yang tak kalah penting, lanjut Yona, adalah integritas calon pengurus. Ia mengingatkan agar tidak ada pihak yang memanfaatkan program ini untuk kepentingan pribadi.
“Jangan sampai setelah memegang anggaran, justru menyimpang dari tujuan. Integritas itu kunci,” katanya.
Ia juga menyoroti pentingnya mematuhi regulasi, termasuk larangan bagi kepala desa atau lurah untuk duduk dalam kepengurusan koperasi. Hal ini penting untuk menghindari konflik kepentingan dan memastikan koperasi benar-benar dikelola oleh warga.
Selain aspek sumber daya manusia, Yona menekankan bahwa unit usaha yang dikembangkan oleh koperasi harus disesuaikan dengan karakteristik wilayah masing-masing. Sebagai contoh, di wilayah Surabaya Utara yang banyak dihuni nelayan, pengembangan unit usaha seperti cold storage dianggap sangat relevan. Sementara di Surabaya Barat, yang memiliki potensi pertanian seperti di Kampung Semanggi, unit usaha koperasi bisa diarahkan ke sektor tersebut.
Ia mengingatkan bahwa total dana yang akan digelontorkan mencapai sekitar Rp459 miliar untuk seluruh koperasi di Surabaya. Oleh karena itu, setiap rupiah harus dikelola dengan penuh tanggung jawab dan akuntabilitas.
“Kami tidak ingin program yang akan diluncurkan oleh Presiden pada 12 Juli nanti justru mandek di Surabaya. Harus ada pertanggungjawaban yang nyata dan transparan,” tandasnya.
Cak YeBe mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut serta mengawasi pelaksanaan program ini. Ia juga mendorong masyarakat untuk aktif melapor jika menemukan pelanggaran di lapangan.
“Kalau ada pelaksanaan yang tidak sesuai juklak dan juknis, silakan laporkan ke kami. DPRD akan bergerak cepat. Ini tanggung jawab bersama,” pungkasnya.