UMUM  

Cak Wali, Iki Lo Wargamu Nggak Bisa Beli Sepatu Sekolah, Untung Onok Cak Imam

RAJAWARTA : Ini bukan cerita sinetron yang biasa kita tonton di layar kaca televisi. Tapi benar-benar ada di kehidupan nyata saat ini. Yaitu di Kelurahan Tembok Dukuh, Kecamatan Bubutan, Surabaya.

Bagas dan kakaknya, Bagus, harus bergantian sepatu sekolah sejak pelaksanaan PTM (pembelajaran tatap muka) diberlakukan di Surabaya awal Januari lalu. Bagas baru masuk kelas 1 SMP swasta dan Bagus duduk di bangku kelas 3 salah satu SMP negeri.

Bagas masuk sekolah seminggu sekali. Sedangkan Bagus harus mengikuti pelajaran di sekolahnya dua hari sekali. Ketika mereka harus mengikuti kelas offline secara bersamaan, Bagas terpaksa ke sekolah memakai sepatunya yang sudah bolong.

“Bagaimana lagi, punyanya cuma itu,” kata ibu Bagas dan Bagus saat saya temui di rumah sederhananya di perkampungan padat penduduk, dekat Apartemen Gunawangsa Tidar.

Keluarga ini tercatat sebagai MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) di Pemkot Surabaya. Bapak Bagas dan Bagus bekerja sebagai sopir mobil septictank. Penghasilannya di bawah UMK.

Mestinya kakak beradik ini tidak perlu dililit persoalan sepatu sekolah. APBD Surabaya sudah menganggarkan bantuan sekolah untuk siswa keluarga MBR. Mulai dari SPP gratis, seragam hingga sepatu sekolah, yang juga diberikan cuma-cuma.

Saya sebagai anggota banggar (badan anggaran) DPRD Surabaya paham betul besaran dana untuk MBR. Saya ikut membahas dan menyetujui bersama tim anggaran Pemkot Surabaya, sebelum pengesahan APBD 2022 pada Rapat Paripurna 10 November 2021. APBD Surabaya berjumlah Rp 10,4 triliun.

Namun, hingga kemarin, Bagas belum menerima jatah sepatu sekolah dari pemkot. Ketika ditanya ke pihak sekolah, selalu dijawab belum ada.

Alhamdulillah, hari Minggu siang saya bisa membantu menyelesaikan persoalan kedua siswa yang rajin belajar itu. Saya ajak Bagas dan Bagus ke SOGO Tunjungan Plaza. Mereka baru kali pertama menginjakkan kaki masuk mall paling terkenal sekaligus menjadi ikon Surabaya tersebut.

Kami langsung njujug ke Sport Station. Saya persilahkan mereka memilih sepatu sekolah yang disuka dan diinginkan keduanya. Awalnya mereka minta saya yang pilih sepatu.

Bagas mengatakan apapun pilihan saya akan diterima. Yang penting bisa dipakai sekolah. Juga sesuai dengan ukuran kaki mereka. Tapi saya menolak dengan alasan tidak pintar memilih sepatu.

Muka mereka tampak berseri-seri setelah menemukan dan mencoba sepatu pilihannya. “Pak Imam, kami pilih yang ukurannya agak besar dikit ya? Biar sepatunya bisa terus dipakai kalau kaki kami tambah besar, ” ujar Bagas dan Bagus minta izin kepada saya.

Semoga hadiah kecil ini bisa menambah energi Bagas dan Bagus mewujudkan ciita cita mereka. Bagas ingin menjadi pebisnis. Sedangkan Bagus yang kalem dan pendiam bercita-cita menjadi ilmuwan. Aamiin Allahumma Aamiin …