Agus Setiawan Tjong Tedakwa Korupsi Jasmas Dituntut 6,5 Tahun Penjara

RAJAWARTA : Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanjung Perak menuntut Agus Setiawan Tjong terdakwa Kasus korupsi Jasmas Pemkot Surabaya, 6,5 tahun penjara. Sebelum memutuskan untuk menuntut Agus, Jaksa sudah mempertimbangkan yang meringankan dan memberatkan.

“Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung progam pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, merugikan keuangan negara dan berbelit-belit. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa telah berusia lanjut dan sopan selama persidangan,”ujar Jaksa Muhammad Fadil saat membacakan pertimbangan surat tuntutannya diruang sidang cakra, Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (22/7).

Dalam perkara ini, Total hukuman yang dijatuhkan ke Agus Setiawan Tjong adalah 10 tahun penjara. Diantaranya, hukuman pidana pokok 3,6 tahun penjara, hukuman subsider denda 6 bulan penjara dan hukuman dari uang pengganti adalah 3 tahun penjara.

“Tadi sudah kami sebutkan, kalau unsur-unsur dalam surat dakwaan sudah kita buktikan dan semuanya terbukti,” ujar Kasi Pidsus Kejari Tanjung Perak, Dimaz Atmadi usai persidangan.

Mendengar tuntutan jaksa tersebut, pihak Agus Setiawan Tjong melalui tim penasehat hukumnya mengaku akan mengajukan pembelaan.

“Jauh sebelumnya kami sudah siapkan nota pembelaan. Makanya tadi hakim memberikan waktu satu minggu, kami menyatakan siap,” ujar Utcok Jimmy Lamhot penasehat hukum terdakwa Agus Setiawan Tjong usai persidangan.

Dalam kasus ini, Terdakwa Agus Setiawan Tjong dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, Juncto Pasal 55 ayat ke 1 KUHPidana.

Terdakwa  dianggap bersama-sama dengan enam anggota DPRD Surabaya, yakni Darmawan, Sugito, Binti Rochma, Dini Rinjani, Ratih Retnowati, Saiful Aidy telah melakukan kerjasama melakukan pemufakatan jahat untuk mengkordinir pengadaan proyek jasmas.

Perbuatan terdakwa tersebut bertentangan dengan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 25 tahun 2016 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber APBD sebagaimana telah diubah dengan Permendagri nomor 32 tahun 2011  tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD.

Serta bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 sebagaimana diubah dalam Permendagri nomor 21 tahun 2011 tentang pedoman pengelolaan kuangan daerah. (sbr/rifm/rol)